Tujuan
Bab
ini dimulai dengan tampilan gais besar kegiatan sosial dengan keluarga. Bab ini
merangkum tiga pendekatan utama terhadap terapi keluarga, mecari beberapa dasar
konsep, mengaplikasikan konsep tersebut kepada keluarga-keluarga, dan
menghubungkan mereka dengan situasi keluarga yang tersimulasi.
Keluarga adalah salah
satu ruang lingkup terkecil dalam masyarakat. Tidak sedikit kegiatan sosial
diutamakan kepada keluarga. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
biasanya terpengaruh oleh keluarga dan sebagai gantinya memberikan dampak ke
ruang lingkup yang lebih besar. Karena keluarga adalah sebuah sistem yang penuh
interaksi, perubahan yang terjadi kepada satu anggota akan berpengaruh kepada
seluruh tubuh keluarga tersebut. Sebagai contoh, hubungan suami istri yang
buruk akan berpengaruh besar kepada anak-anaknya.
Salah satu alasan kuat
dalam pengutamaan keluarga dibandingkan individual adalah anggota keluarga yang
lain biasanya membutuhkan proses perbaikan. Mereka dapat membantu dalam
pengidentifikasian pola keluarga. Sebagai gantinya, seluruh keluarga akan
membentuk organisasi yang sangat kuat jika anggota-anggotanya telah menjalin
hubungan yang kuat satu sama lain. Sebagai contoh, sebuah keluarga yang kuat akan
dapat mengubah kebiasaan ibu mereka yang suka mabuk-mabukan dan mendorongnya
untuk lepas dari alkohol.
Pembagian jenis-jenis
keluarga
Keluarga adalah sebuah
institusi sosial yang dapat ditemukan dalam hampir semua budaya dan
dideskripsikan oleh Coleman dan Cressey sebagai “Sekelompok orang yang terikat
oleh pernikahan, nenek moyang, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah
rumah.” Definisi ini tidak mencakup beberapa jenis kehidupan bersama dalam satu
rumah dan tidak dapat disebut sebagai keluarga, seperti:
-
Seorang suami istri yang menghidupi dua
anak adopsi yang telah tinggal sendiri selama beberapa tahun
-
Dua orang wanita lesbian yang menjalin
hubungan, menghidupi seorang anak dari salah satu pihak wanita yang pernikahan
secara heterosexual yang berakhir dengan cerai
-
Kakek dan nenek yang membesarkan cucu
mereka karena orang tuanya tidak mampu
-
Sebuah keluarga yang salah satu pihak
tidak tinggal di rumah karena urusan wajib militer
-
Sebuah keluarga dengan satu anak yang
memiliki keterbatasan fisik
-
Pasangan kumpul kebo
Terdapat
berbagai jenis keluarga di dunia. Keluarga dalam budaya yang berbeda muncul
dalam wujud yang bermacam-macam. Dalam beberapa masyarkata, suami dan istri
tinggal dalam dua gedung yang berbeda. Sedangkan yang lainnya berpisah lama setelah
anak pertama dilahirkan. Dalam beberapa negara, seorang suami diizinkan untuk
memiliki lebih dari satu istri. Demikian
juga sebaliknya.
Dalam
beberapa masyarakat terdapat budaya membesarkan anak di tempat tinggal yang
terpisah dari orang tuanya. Dalam bheberapa budaya, terdapat hubungan
homosexual, lesbian, dan juga pernikahan heterosexual.
Dalam
banyak budaya, pernikahan masih ditentukan oleh orang tua. Dalam beberapa
masyarakat, seorang janin dapat dinikahkan sebelum lahir. Terdapat juga
beberapa kalangan masyarakat yang tidak mengelnal cinta yang romantis. Beberapa
budaya berharap agar pria-pria tua dapat menikahi gadis-gadis muda. Juga
terdapat budaya sebaliknya. Bahkan ada budaya yang menganjurkan pernikahan
antar saudara atau sepupu.
Hal-hal
di atas tentunya adalah berbagai jenis bentuk keluarga. Masyarakat dari tiap
ruang lingkup di atas secara kuat merasa bahwa pola hidup mereka adalah normal
dan yang terbaik. Anjuran-anjuran ntuk merubah budaya mereka akan selalu
ditepiskan dan dikritik melanggar hukum alam.
Dalam
perbedaan-perbedaan di atas, sosiologis berpendapat bahwa sebagian besar sistem
kekeluargaan dapat dikasifikasikan ke dalam dua bentuk utama. Keluarga besar
dan keluarga kecil. Keluarga besar terdiri atas kumpulan keluarga kecil yang
tinggal dalam satu rumah. Sedangkan keluarga kecil terdiri atas suami istri dan
anak-anaknya saja.
Walau
pun bentuk keluarga kecil merupakan bentuk dominan di negara-negara industri
besar, adalah masalah serius untuk menggunakan keluarga kecil sebagai model
keluarga yang harus ditiru seluruh masyarakat. Banyak bentuk keluarga lainnya
tetap berjalan dengan baik dalam lingkungan kita, seperti:
-
Pasangan suami istri tanpa anak
-
Dua orang lelaki gay yang hidup dengan
anak-anak dari mantan istri mereka
-
Single parent dengan tiga anak
-
Keluarga tiri
-
Pasangan yang tidak menikah namun
tinggal dalam satu rumah
Dalam beberapa dekade
terakhir, terdapat trend di amerika serikat untuk membentuk lebih banyak jenis
keluarga. Terdapat peningkatan angka pernikahan antar ras, pernikahan antara
pasangan yang usianya terpaut jauh, berbeda budaya, keluarga single parent, dan
keluarga tiri. Walaupun beberapa pekerja sosial dapat menilai secara personal
bahwa bentuk-bentuk keluarga di atas adalah salah, tetap saja mereka tidak
boleh membiarkan keyakinan pribadi untuk mengurangi persamaan hak manusia.
Beberapa bentuk keluarga telah didiskriminasi, seperti
keluarga single parent, dan gay atau lesbian yang memiliki anak.
Fungsi sosial keluarga
Keluarga dalam
masyarakat modern membentuk fungsi fungsi sosial yang dapat mempertahankan
kestabilan dan keberlangsungan masyarakat itu sendiri:
1.
Pengganti populasi. Setiap masyarakat
memiliki sistemnya masing-masing untuk mengganti anggotanya. Dalam hal ini
keluarga memiliki peranan melahirkan anak-anak yang akan menjadi pengganti
dalam masyarakat.
2.
Penjaga kaum muda. Anak-anak membutuhkan
perhatian dan perlindungan hingga usia remaja.
Dalam hal ini keluarga merupakan institusi utama untuk melakukannya.
3.
Sosialisasi kepada anggota baru. Lewat
keluarga lah diperkenalkan aspek-aspek masyarakat kepada anak-anak.
4.
Pengaturan orientasi seks. Kegagalan
untuk mengarahkan orientasi seks yang benar dalam diri seorang anak akan
menghancurkan masyarakat tersebut.
5.
Sumber pengaruh. Manusia membutuhkan
contoh, dukungan, perhatian, dan pengaruh dari orang lain sebelum dapat
menemukan jati dirinya sendiri.
Masalah keluarga dan
hukum alam sosial
Jumlah masalah yang
tidak terbatas terjadi dalam keluarga. Ketika masalah melanda sebuah keluarga,
layanan sosial sering kali dibutuhkan. Jenis jenis layanan sosial yang
disediakan kepada keluarga yng dilanda masalah tersebar dalam jumlah yang
sangat beragam. Kita dapat membedakannya ke dalam dua kategori utama, dalam
rumah dan luar rumah.
Layanan dalam rumah bersifat mencegah. Walau pun tidak
semuanya didapatkan dari rumah itu sendiri, mereka secara spesifik didesain
untuk membantu keluarga untuk tinggal bersama. Mereka adalah bantua finansial,
perlindungan, keharmonisan keluarga, edukasi keluarga dan sejenisnya. Pada
dasarnya tidak seluruh layanan tersebut tersedia untuk keluarga. Tetapi pekerja
sosial tetap harus tau cara untuk menemukannya dan bagaimana cara untuk
membantu keluarga yang membutuhkan.
Teori
Keluarga: Konflik Sosial
Teori konflik sosial muncul pada Abad
ke-18 dan 19 sebagai respon dari lahirnya dual revolution, yaitu
demokratisasi dan industrialisasi, sehingga kemunculan sosiologi konflik
modern, di Amerika khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas
konflik dalam masyarakat Amerika (Mc Quarrie 1995). Teori konflik sosial mulai
populer pada Tahun 1960an sejalan dengan gelombang kebebasan individu di Barat,
tetapi sebetulnya telah berkembang sejak Abad 17.
Selain itu teori sosiologi konflik
adalah alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme
struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan
paham konsensus dan integralistiknya. Beberapa kritikan terhadap teori
struktural-fungsional berkisar pada sistem sosial yang berstruktur, dan adanya
perbedaan fungsi atau diferensiasi peran (division of labor). Institusi
keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap melanggengkan
kekuasaan yang cenderung menjadi cikal bakal timbulnya ketidakadilan dalam
masyarakat.
David Lockwood (Klein dan White 1996)
melontarkan kritik terhadap teori Parsons. Menurutnya, teori Parsons terlalu
menekankan keseimbangan dan ketertiban. Hal ini dianggap suatu pemaksaan bagi
individu untuk selalu melakukan konsensus agar kepentingan kelompok selalu
terpenuhi. Selanjutnya, individu harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang
melandasi struktur dan fungsi sebuah sistem. Padahal menurut Lockwood, suasana
konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi
sumberdaya yang terbatas. Artinya, sifat dasar individu dianggapnya cenderung selfish
(mementingkan diri sendiri), daripada mengadakan konsensus untuk
kepentingan kelompok. Sifat pementingan diri sendiri menurut Lockwood akan
menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas
kelompok lainnya. Selain itu masing-masing kelompok atau individu mempunyai
tujuan yang berbeda-beda bahkan sering bertentangan antara satu dan lainnya,
yang akhirnya akan menimbulkan konflik. Perspektif konflik dalam melihat
masyarakat dapat dilacak pada tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber
dan George Simmel.
Teori konflik lebih menitikberatkan
analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan atau tertib sosial. Teori
ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya pelanggaran
peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif
konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai
kelompoknya.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah fenomena sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi
masyarakat yang terlibat di dalamnya. Konfllik dipandang sebagai suatu proses
sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang
baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Perspektif
konflik dianggap sebagai “the new sociology” sebagai kritik
terhadap teori struktural fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang
terstruktur dan adanya perbedaan fungsi dan diferensiasi peran (division of
labor).
Sosiologi konflik mempunyai asumsi
bahwa masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan perubahan.
Semua itu adalah sebagai bagian dari terlibatnya 10 kekuatan-kekuatan
masyarakat dalam saling berebut sumberdaya langka dengan menggunakan
nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai alat untuk meraihnya (Wallace dan Wolf
1986).
Asumsi dasar yang melandasi Teori
Konflik Sosial (Klein dan White 1996) adalah: (1) Manusia tidak mau tunduk pada
konsensus, (2) Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri
tanpa harus tunduk kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar
dimotivasi oleh keinginannya sendiri. (3) Konflik adalah endemik dalam grup
sosial, (4) Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik
daripada harmoni, (5) Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara
individu, grup atas sumberdaya yang langka, konfrontasi suatu pegangan hidup
yang sangat berarti. Oleh karena itu konsensus dan negosiasi adalah tehnik yang
masih ampuh untuk digunakan sebagai alat mengelola konflik.
Paradigma sosial konflik yang
dikembangkan oleh Karl Marx didasarkan pada dua asumsi, yaitu: (1) Kegiatan
ekonomi sebagai faktor penentu utama semua kegiatan masyarakat, dan (2) Melihat
masyarakat manusia dari sudut konflik di sepanjang sejarahnya. Marx, dalam
Materialisme Historis-nya memasukkan determinisme ekonomi sebagai basis
struktur yang dalam proses relasi sosial dalam tubuh masyarakat akan
menimbulkan konflik antara kelas atas dan kelas bawah.
Ringkasnya, ada sedikitnya empat hal
yang penting dalam memahami teori konflik sosial, antara lain:
1. Kompetisi (atas kelangkaan
sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner seksual, dan sebagainya. Dasar
interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang ditawarkan fungsionalisme,
namun lebih kepada kompetisi.
2. Terdapat ketidaksamaan struktural
dalam hal kekuasaan.
3. Individu dan kelompok yang ingin
mendapatkan keuntungan maksimal.
4. Perubahan sosial terjadi sebagai
hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang saling berkompetisi
dan bukan sekadar adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi secara cepat dan
revolusioner daripada evolusioner.
Dengan demikian:
1. Teori
struktural fungsional lebih dijadikan pegangan untuk keluarga konservatif.
2. Teori konflik
sosial lebih dijadikan pegangan bagi keluarga kontemporer.
3. Contoh-contoh
konflik dalam keluarga:
a. Konflik peran
suami dan istri di dalam keluarga.
b. Konflik
komunikasi antara suami dan istri atau antara orangtua dan anak.
c. Konflik kelas
dalam masyarakat (kelas borjuis vrsus proletar; kelas gender; kelas sosial
ekonomi)
d. Konflik antara keluarga inti dan
keluarga luasnya.
Contoh:
Kasus
Sepasang suami istri menginjak tahun ke-10 menjalani mahligai rumah tangga tengah mengalami konflik. Sebut saja Nyonya T dan Pak W, kini terlibat perang terbuka yang mengancam keberlangsungan kehidupan keluarganya. Mereka berdua memiliki masalah dalam bidang ekonomi. Masalah ini menyebabkan keharmonisan keluarga menjadi terganggu dan sempat terucap kata cerai dari Pak W terhadap istrinya. Hal ini membuat Pak W membulatkan tekadnya pergi dari rumah keluarga sang istri dan memilih pisah ranjang.
Pertengakaran ini bermula dari keinginan si istri yang ditolak oleh suaminya karena perbedaan pendapat. Masalah tersebut menjadi kian rumit karena ada campur tangan dari orangtua si istri, dimana ibu mertuanya yang sejak awal pernikahan memang tidak menyukai Pak W sebahgai suami dari anaknya, menjadi provokator yang senantiasa membuat suasana rumah menjadi kian panas. Ketidaksukaan ini ada alasannya, si ibu tidak menyukai menantunya karena merasa ditipu dan dirugikan oleh menantunya yang hadir tidak dengan jalan “biasa”.
Putrinya menikah akibat MBA (married by accident) buah cintanya dengan pacar yang kini menjadi suaminya. Sebenarnya ibunya tidak menyetujui hubungan putrinya dengan pacarnya karena ibunya telah memilihkan seorang lelaki yang dinilainya pantas mendampingi putrinya. Tetapi nasi telah menjadi bubur, putrinya direlakan menikah dengan pacarnya meskipun ia telah berusaha memisahkan mereka berdua. Selain menghindari rasa malu akan pandangan tetangga, putrinya telah mengandung cucunya sehingga mau tidak mau ia merestui pernikahan putrinya.
Usia Nyonya T terbilang masih muda saat dia memutuskan untuk menikah. Sedangkan Pak W juga baru menyelesaikan studinya sehingga belum memiliki pekerjaan yang tetap. Di saat seperti itu mereka berdua menjalani hidup dengan menggantungkan diri kepada orangtua masing-masing. Kini setelah memasuki usia 10 tahun perkawinan, hubungan suami-istri ini sedang mengalami cobaan yang melibatkan pula hubungan antar menantu dan mertua yang beberapa waktu lalu mengalami letupan-letupan masalah yang bisa terselesaikan dengan baik. Kini maslah yang lebih besar mulai nampak dari ucapan Pak W yang terbawa emosinya mengeluarkan kata cerai kepada istrinya.
Setelah ditelusiri ihwal masalahnya ternyata pemicu masalah ini dapat dibilang karena hal sepele. Apalagi Pak W dengan tegas menyatakan sangat menyanyangi istrinya dan dua buah hatinya. Pak W merasa tidak rela memutuskan ikatan keluarga yang telah dibina selama hampir 10 tahun itu karena masalah yang tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagi pembenar alasan perceraian. Akhirnya ada usaha Pak W untuk rujuk dengan istrinya dan Nyonya T ternyata juga sependapat dengannya sehingga mereka berdua akur kembali. Kasus ini kelihatnnya selesai dengan damai tetapi masalah yang sebenarnya adalah pada ketidakharmonisan hubungan antara menantu dan mertua yang hidup dalam satu atap. Ada keinginan dari Pak W untuk mengontrak rumah menjauhi mertuanya tetapi karena Nyonya T adalah anak kesayangan ibunya, mertuanya selalu memiliki alasan untuk menggagalkan rencana Pak W.
Akhirnya dari satu masalah yang mereda akan selalu timbul masalah baru yang kebanyakan masalah itu menjadi besar akibat dari provokasi mertuanya dan mau tidak mau Pak W harus bertahan menjaga kapal pimpinannya dari badai yang menghadang agar tidak pecah dan hancur. Kalau sampai terjadi putus ikatan perkawinan ini akan berdampak besar pada kehidupan anak-anak hasil pernikahan mereka. Pak W tidak ingin anak-anaknya tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang “cacat” sehingga selama ia masih bisa bertahan ia akan bersabar menghadapi masalah yang melanda.
Sepasang suami istri menginjak tahun ke-10 menjalani mahligai rumah tangga tengah mengalami konflik. Sebut saja Nyonya T dan Pak W, kini terlibat perang terbuka yang mengancam keberlangsungan kehidupan keluarganya. Mereka berdua memiliki masalah dalam bidang ekonomi. Masalah ini menyebabkan keharmonisan keluarga menjadi terganggu dan sempat terucap kata cerai dari Pak W terhadap istrinya. Hal ini membuat Pak W membulatkan tekadnya pergi dari rumah keluarga sang istri dan memilih pisah ranjang.
Pertengakaran ini bermula dari keinginan si istri yang ditolak oleh suaminya karena perbedaan pendapat. Masalah tersebut menjadi kian rumit karena ada campur tangan dari orangtua si istri, dimana ibu mertuanya yang sejak awal pernikahan memang tidak menyukai Pak W sebahgai suami dari anaknya, menjadi provokator yang senantiasa membuat suasana rumah menjadi kian panas. Ketidaksukaan ini ada alasannya, si ibu tidak menyukai menantunya karena merasa ditipu dan dirugikan oleh menantunya yang hadir tidak dengan jalan “biasa”.
Putrinya menikah akibat MBA (married by accident) buah cintanya dengan pacar yang kini menjadi suaminya. Sebenarnya ibunya tidak menyetujui hubungan putrinya dengan pacarnya karena ibunya telah memilihkan seorang lelaki yang dinilainya pantas mendampingi putrinya. Tetapi nasi telah menjadi bubur, putrinya direlakan menikah dengan pacarnya meskipun ia telah berusaha memisahkan mereka berdua. Selain menghindari rasa malu akan pandangan tetangga, putrinya telah mengandung cucunya sehingga mau tidak mau ia merestui pernikahan putrinya.
Usia Nyonya T terbilang masih muda saat dia memutuskan untuk menikah. Sedangkan Pak W juga baru menyelesaikan studinya sehingga belum memiliki pekerjaan yang tetap. Di saat seperti itu mereka berdua menjalani hidup dengan menggantungkan diri kepada orangtua masing-masing. Kini setelah memasuki usia 10 tahun perkawinan, hubungan suami-istri ini sedang mengalami cobaan yang melibatkan pula hubungan antar menantu dan mertua yang beberapa waktu lalu mengalami letupan-letupan masalah yang bisa terselesaikan dengan baik. Kini maslah yang lebih besar mulai nampak dari ucapan Pak W yang terbawa emosinya mengeluarkan kata cerai kepada istrinya.
Setelah ditelusiri ihwal masalahnya ternyata pemicu masalah ini dapat dibilang karena hal sepele. Apalagi Pak W dengan tegas menyatakan sangat menyanyangi istrinya dan dua buah hatinya. Pak W merasa tidak rela memutuskan ikatan keluarga yang telah dibina selama hampir 10 tahun itu karena masalah yang tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagi pembenar alasan perceraian. Akhirnya ada usaha Pak W untuk rujuk dengan istrinya dan Nyonya T ternyata juga sependapat dengannya sehingga mereka berdua akur kembali. Kasus ini kelihatnnya selesai dengan damai tetapi masalah yang sebenarnya adalah pada ketidakharmonisan hubungan antara menantu dan mertua yang hidup dalam satu atap. Ada keinginan dari Pak W untuk mengontrak rumah menjauhi mertuanya tetapi karena Nyonya T adalah anak kesayangan ibunya, mertuanya selalu memiliki alasan untuk menggagalkan rencana Pak W.
Akhirnya dari satu masalah yang mereda akan selalu timbul masalah baru yang kebanyakan masalah itu menjadi besar akibat dari provokasi mertuanya dan mau tidak mau Pak W harus bertahan menjaga kapal pimpinannya dari badai yang menghadang agar tidak pecah dan hancur. Kalau sampai terjadi putus ikatan perkawinan ini akan berdampak besar pada kehidupan anak-anak hasil pernikahan mereka. Pak W tidak ingin anak-anaknya tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang “cacat” sehingga selama ia masih bisa bertahan ia akan bersabar menghadapi masalah yang melanda.
PEMBAHASAN
A. Teori
Pada setiap keluarga ada tahapan yang harus dilalui untuk mewujudkan suatu bentuk keluarga yang ideal. Tahap perkembangan keluarga menurut Spradley:
1. Pasangan baru (keluarga baru)
2. Membina hubungan dan kepuasan bersama
3. Menetapkan tujuan bersama
4. Mengembangkan keakraban
5. Membina hubungan dengan kelaurga lain, teman, kelompok sosial
6. Diskusi tentang anak yang diharapkan
Memahami fase-fase pertumbuhan keluarga penting agar dapat mengerti tugas dan tantangan yang terkandung di dalam setiap fase yang akan menuju kekedewasaan keluarga yang utuh. Keberhasilan keluarga dalam menyelesaikan setiap tugas pada setiap fase akan mempengaruhi perkembangan fase-fase selanjutnya. Ada empat fase pertumbuhan keluarga yang masing-masing mencakup sekitar kurun 10-12 tahun.
1. Fase Membangun. Ini adalah anak tangga pertama dalam pernikahan. Tahap ini disebut "membangun", yaitu tahap membangun fondasi keluarga, sebab pada tahap ini pasangan nikah barulah memulai membangun (a) keluarga, yaitu membangun keakraban, keharmonisan keluarga, saling mengenal lebih dalam pasangan dan anak-anak yang lagi bertumbuh; (b) karier, sebagi tantangan terbesar pada fase pertama ini karena karir baru dirintis; (c) Jaringan dengan sesama (kerabat), pada tahap ini keakraban dengan mertua, saudara sepupu, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal sedang dibangun.(d) Hubungan yang harmonis keluarga baru dengan Tuhan, hal ini akan menolong anak-anak dan keluarga menjadi kokoh satu dengan yang lain dan kokoh dalam Iman. Fase pertama ini adalah fase yang sangat penting, karena bilamana gagal meletakan fondasi yang kuat maka akan menuai dampaknya pada fase-fase berikutnya.
2. Fase Memelihara atau Mempertahankan. Di mana memelihara keutuhan, harmonisan dengan keluarga, dan karier, kerabat dan dengan Tuhan, yang telah dibangun sebelumnya. Dalam fase ini keluarga mengalami gempuran yang sangat hebat berlangsung sekitar 12 tahun atau lebih dan memasuki krisis usia paruh-baya. Karir sudah mencapai titik mapan, keuangan mulai mantap, anak-anak sudah mulai masuk kuliah sedangkan saat ini sering kali hubungan suami istri mulai menjadi dingin. Karena istri mulai memasuki masa menopause, dan pada suami kekuatan sudah mulai menurun. Pada fase ini disebut juga fase mempertahankan karena keluarga sedang menghadapi tantangan untuk mempertahan kekokohan keluarga, karir, hubungan dengan kerabat, dan hubungan keluarga dengan Tuhan.
3. Fase Mempersiapkan, Ini adalah anak tangga ketiga dari pernikahan dan disebut “persiapan” sebab memang harus mulai mempersiapkan masa pensiun sekaligus menolong anak mempersiapkan memilih pasangan yang tepat. Tantangan terbesar pada 10-12 tahun ini adalah menjalin hubungan yang semakin kuat dengan, keluarga, Tuhan, dan kerabat, agar dapat memasuki hari tua tidak dalam kesepian. Bila dalam tahap ini tidak memiliki hubungan yang kuat dan baik dengan anak, anak mantu, cucu, atau sudara, dan teman, maka pada fase berikutnya disaat tua dan sakit-sakitan, akan menjadi orang yang paling kesepian dan menderita diatas dunia ini.
4. Fase Menikmati. Disebut menikmati sebab memang kunci untuk melewati hari tua adalah menikmatinya. Sudah tentu jauh lebih mudah untuk menikmatinya bila telah menanam benih yang sehat dalam hidup selama fase-fase sebelumnya. Pada fase ini tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah apakah tetap dapat menikmati hari tua. Alangkah indahnya misalkan kerabat masih ada dan masih bisa dekat, hubungan dengan keluarga juga baik, suami-istri saling mengasihi, anak-anak saling menghormati; semakin dekat kepada Tuhan, walau di usia tua meskipun aktivitas lebih terbatas, sering sakit-sakitan tetapi tetap mendapatkan kepuasan, kenikmatan dari keluarga dan sahabat. Betapa indahnya di usia 65-70an anak-anak sudah mapan, dan masih bisa ramai-ramai berkumpul, pergi bersama anak atau bersama sahabat.
Hasil riset oleh John DeFrain (Strong families around the world) menemukan ada enam karakteristik yang sama yang dimiliki oleh keluarga-keluarga kokoh di seluruh penjuru dunia, baik keluarga dari negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang, yaitu:
1. Komitmen. Dalam kamus bahasa besar bahasa Indonesia “komitmen” berarti “perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu”.
2. Penghagaan serta kasih sayang. Anggota didalam keluarga kokoh dan bahagia sangat menaruh perhatian satu dengan yang lain. Kuncinya adalah perlunya anggota keluarga dalam memiliki pengertian terhadap ungkapan emosi yang positif.
3. Komunikasi yang positif. Keluarga yang dapat mengekpresikan perasaan mereka secara terbuka dan jujur satu dengan yang lain. Anggota keluarga memiliki perbedaan dan bisa timbul konflik, tetapi mereka berbicara dengan sopan, tanpa menuduh dan menghakimi satu dengan yang lain. Menyelesaikan perbedaan kadang-kadang berakhir dengan ketidaksepakatan. Namun tidak menghindar dari masalah dan tetap menghindari kritikan serta sikap bermusuhan. Penelitian dalam Strong families telah didapatkan beberapa aspek yang sangat penting.
a. Angota keluarga yang kokoh memiliki kesanggupan menjadi pendengar dan memberikan perhatian yang sangat baik.
b. Anggota kelurga kokoh juga lebih suka bertanya dari pada mencoba membaca pikiran anggota keluarga yang lain.
c. Humor adalah salah satu bagian yang sangat penting didalam healthy family. Dalam satu studi ditemukan didapati bahwa mereka suka berkelakar atau tertawa bersama untuk membina pandangan yang positif dalam hidup untuk penghiburan dalam mengurangi ketegangan, mengurangi kecemasan serta menunjukan kehangatan dan menolong mengatasi situasi sulit (Defrain Wueffel & N Stinett, 1990, ’ How strong families use humour’)
4. Waktu bersama yang berkualitas, memprioritaskan kebersamaan. Kesanggupan keluarga dalam menyediakan waktu bersama untuk saling berbagi kasih dan perhatian, kelembutan, kegembiraan, ketakutan bahkan dalam kemarahan merupakan usur yang memperkokoh keluarga. Keluarga yang kokoh dan sehat, adalah yang meluangkan waktu bersama, melakukan sesuatu bersama.
5. Kehidupan rohani yang sehat. Sangat jelas dari banyak kebudayaan dan latar belakang agama, meyakini bahwa kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan menolong menciptakan satu pusat kepedulian diantara masing-masing induvidu yang medorong mereka untuk saling berbagi rasa, kasih, dan perhatian.
6. Kesanggupan menghadapi krisis dan stress. Keluarga yang kokoh itu adalah keluarga yang terus-menerus bertumbuh, karena setiap kali ada konflik di situlah tempat belajar, tempat bertumbuh lagi. Keluarga kokoh berhasil menghadapi krisis dan cobaan berat dengan strategi sebagai berikut: (N Stinnett, 1981, How strong families cope the crises)
a. Mereka bekerja sama menghadapi krisis yang terjadi.
b. Anggota keluarga terkecil berusaha untuk menanggung bebanikut berjuang bersama-sama.
c. Mengatasi tiap-tiap krisis yang terjadi dalam susana yang positif.
d. Meminta bantuan bila tidak bisa memecahkan problema-problema yang menghadang
Keluarga harmonis dilihat dari berbagai macam hubungan antara lain;
1. Hubungan antar suami istri. Keluarga harmonis merupakan tanggung jawab suami-istri, suami-istri dapat rukun jika masing-masing mensyukuri apa yang ada pada pasangannya. Suami-istri sejajar, mitra yang bersatu padu menjalankan bahtera rumah tangga. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat sedangkan pembagian tugas rumah tangga dibagi rata dan saling bertanggung jawab. Suami-istri ibarat puzzle, potongannya saling melengkapi satu sama lain. Apabila ada potongan yang tidak pas atau hilang maka puzzle tidak akan lengkap, demikianlah rumah tangga itu. Hubungan suami-istri yang serasi antara lain menunjukkan: Adanya penyesuaian diri antara keluarga; Adanya saling pengertian antara suami-istri; Adanya saling tenggang rasa (toleransi); Adanya saling penghargaan; Adanya saling bertanggung jawab atas hubungan sebagai suami istri; Adanya saling gotong royong; Adanya pengakuan dari kedua belah pihak bahwa masing-masing berhak atas perwujudan diri pribadi.
2. Hubungan antar orang tua –anak. Ketidaksamaan kebutuhan dan keinginan antara pengharapan orangtua terhadap anak dengan apa yang sebenarnya diinginginkan oleh anak menjadi sumber dari tidak efektifnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Tanpa orang tua sadari, orang tua menjadi seperti mesin perintah yang selalu memaksa anak untuk melakukan apa yang dikehendakinya, menjadi orang tua yang sebentar-bentar melarang. Beberapa hal yang menjadi indikasi serasinya hubungan antara orang tua-anak antara lain: Adanya pengetahuan dan wawasan orang tua-anak tentang pentingnya hubungan yang setara dalam keluarga; Tumbuhnya rasa cinta dan kasih sayang antara orang tua-anak atau sebaliknya; Munculnya rasa hormat dan menghargai satu sama lainnya; Adanya sikap dan perilaku orang tua yang rasional dan bertanggung jawab terhadap proses tumbuh kembang anak; Adanya kemampuan orang tua untuk mendeteksi gejala yang memungkinkan timbulnya permasalahan anak.
3. Hubungan antar anak, interaksi antar saudara didalam keluarga tentunya tidak terlepas dari peran orang tua sejak awal didalam pengasuhan. Satu hal yang orang tua perlu ingat bahwa bagaimana mereka berelasi akan menjadi contoh bagi anak-anaknya untuk melakukan interaksi diantara saudara. Hubungan antar saudara (kakak-adik) yang harmonis menunjukkan: Adanya perasaan saling menyayangi dan saling mengasihi antar anak; Adanya keinginan dan kebutuhan untuk saling melindungi diantara anak; Munculnya perasaan saling menghormati dan menghargai kewajiban dan hak antar saudara; Saling membantu satu sama lain (kakak-adik) yang diwujudkan melalui pemberian bimbingan dari kakak kepada adik dan sebaiknya adik menghargai.
Untuk mencapai kehidupan keluarga yang harmonis, tentunya banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya menurut Drs. Sukmana adalah :
1. Peran masing-masing anggota keluarga. Berjalannya peran dari masing-masing status tersebut akan memperlancar laju bahtera rumah tangga.
2. Empati (menempatkan diri pada posisi orang lain). Suami-istri saling menghargai keberadaan masing-masing sehingga terjadi saling pengertian dan tumbuh cinta kasih yang berkesinambungan.
3. Pengalaman Hidup, yang dimiliki suami dan istri akan mempengaruhi dalam menyikapi kehidupan keluarga. Semakin luas pengalaman, maka akan semakin matang dalam menghadapi masalah yang timbul.
4. Adat istiadat. Perbedaan adat istiadat ini dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing. Selain itu, adat suami dan istri dilatarbelakangi oleh keluarganya masing-masing.Dengan adanya perbedaan ini seyogyanya suami dan istri saling menghormati dan menghargai.
5. Tujuan Keluarga sebagai pedoman yang dapat memberi arah atau jalan yang harus dilalui oleh anggota keluarga.
6. Anggaran pendapatan dan belanja keluarga dalam sebuah keluarga sebaiknya disusun anggaran pendapatan dan belanja keluarga.
7. Hubungan (komunikasi). Semua faktor diatas harus dikomunikasikan kepada semua anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga bisa terjadi secara verbal maupun non verbal. Dalam menyampaikan pesan hendaknya memperhatikan beberapa hal. Misalnya dengan menggunakan bahasa yang sederhana, waktu yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, sehingga mudah dipahami oleh seluruh anggota keluarga.
Dalam sebuah keluarga tidak jarang ditemui bahwa dalam satu tap tinggal bebrapa keluarga yang hidup bersama. Ada istilah keluarga extended family dimana dalam keluarga ini terdapat perpanjangan hubungan kekerabatan secara horisontal maupun vertikal. Salah satunya bentuk kelurga yang didalamnya terdapat hubungan menantu-mertua. Banyak kasus-kasus meliputi hubungan ini, yang sering terdengar biasanya banyak melibatkan menantu perempuan dan mertua perempuan. Namun demikian, hal ini tentu tidak bisa diartikan bahwa menantu lelaki tidak pernah menghadapi masalah dengan mertua lelaki maupun mertua perempuan atau antara menantu perempuan dengan mertua lelaki.
Argumentasi klasik bahwa lelaki dan perempuan pada dasarnya memang memiliki perbedaan mempengaruhi banyak kasus yang muncul antara menantu perempuan dan mertua perempuan. Menurut John Gray dalam bukunya Men Are From Mars, Women Are From Venus, perbedaan mendasar antara lelaki dengan perempuan dapat digambarkan sebagai berikut:
Lelaki Perempuan
Sense of self dinilai dari prestasi; Lebih berorientasi pada tugas; Mandiri; Minta bantuan dapat diartikan sebagai lemah Sense of self dinilai dari kemampuan membina hubungan; Lebih berorientasi pada hubungan; Saling tergantung; Minta bantuan berarti menghormati orang yang dimintai bantuan
Fokus pada tujuan Menikmati proses
Bersaing Bekerjasama
Mengandalkan kemampuan analisis Mengandalkan kemampuan intuisi
Cara pikir Linear: fokus pada satu hal dalam satu waktu dan terkotak-kotak Multi-tasking: berkutat dengan hal-hal kecil dalam satu waktu dan sambung-menyambung (seperti gulungan benang)
Bertindak; Merasa lebih baik dengan menyelesaikan masalahnya Berbicara; Merasa lebih baik dengan membicarakan masalahnya
Saat stress: cenderung menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan atau
menarik diri Saat stress: semakin terlibat dengan orang lain, lebih banyak berbicara agar dapat
didengarkan dan dimengerti
Kebutuhan utama: dihormati (dipercaya, diterima, dihargai, dikagumi, diteguhkan, didukung). Kebutuhan utama: diayomi (diperhatikan secara lembut, dimengerti, dihormati, dilindungi, diteguhkan, penghiburan).
Kata-kata digunakan untuk menyampaikan fakta dan informasi Kata-kata merupakan sesuatu yang alami, sama halnya seperti bernafas
Dengan melihat beberapa perbedaan diatas, tentunya dapat dimengerti mengapa masalah menantu-mertua kebanyakan terjadi diantara kaum perempuan.
B. Dinamika Psikologis
Pada kasus yang dipaparkan sebelumnya dapat dilihat bahwa akar masalah dari timbulnya permasalahan rumah tangga Pak W dan Nyonya T akibat dari intervensi mertua Pak W sehingga menyebabkan ketidakharmonisan keluarga Pak W. Dari uraian kasus di atas diketahui bahwa usia perkawinan Pak W dan Nyonya T hampir melewati fase pertama yaitu fase membangun yang meliputi pembangunan fondasi keluarga. Pasangan nikah mulai membangun keluarga yaitu membangun keakraban, keharmonisan keluarga, saling mengenal lebih dalam antara pasangan dan menjaga anak-anak yang sedang bertumbuh. Selain itu pada fase ini pasangan nikah harus meniti karir untuk memamtapkan posisi keuangan keluarga demi menjamin keberlangsungan anggaran keluarga yang sangat berpengaruh pada kehidupan di masa yang akan datang.
Tahapan ini juga meliputi pembangunan keakraban dengan sesama kerabat, meliputi keakraban dengan mertua, saudara sepupu, lingkungan kerja, maupun lingkungan tempat tinggal. Sayangnya dalam mengembangkan keakraban dan membina hubungan dengan anggota keluarga lain mengalami hambatan, dimana Pak W sudah terlebih dahulu mempunyai penilaian negatif dari mertuanya khususnya mertua perempuan. Keakraban yang dibangun mengalami hambatan sehingga pernikahan ini rawan konflik dimana mertua yang seharusnya menjadi pembimbing dan membina keluarga baru malah menyebabkan hubungan yang terbangun antara pasangan nikah ini menjadi goyah.
Selanjutnya fase ini mencakup hubungan yang harmonis antara keluarga baru dengan Tuhan, hal ini akan menolong anak-anak dan keluarga menjadi kokoh satu dengan yang lain dalam kekuatan iman. Hendaknya dalam fase ini hubungan yang dibangun dengan kerabat juga diimbangi dengan membangun hubungan dengan Tuhan, dimana para anggota keluarga dapat mendekatkan diri dan tetap berpegang teguh pada imannya terhadap Sang Pencipta bila menemui permasalahan dalam membangun fondasi keluarga yang kokoh. Fase pertama adalah fase yang sangat penting, karena bila gagal meletakan fondasi yang kuat maka berdampak pada fase-fase berikutnya.
Yang diperlukan dalam membangun keluarga ideal adalah komitmen. Komitmen yang diucapkan saat perjanjian ijab-qabul merupakan pengingat akan pasangan nikah untuk mencapai tujuan awal pernikahan dalam membentuk keluarga meskipun banyak aral merintang. Selain itu, angota keluarga khususnya pasangan nikah hendaknya saling memberikan penghargaan serta kasih sayang. Keduanya dapat diekspresikan dengan ungkapan emosi yang positif, misalnya dengan tatapan lembut maupun ucapan penuh perhatian. Dengan ungkapan positif tersebut dapat membangun rasa keterikatan yang lebih kuat karena berlandaskan rasa saling menghormati dan menghargai.
Adanya komunikasi yang positif secara terbuka dan jujur satu dengan yang lain antar pasangan nikah akan sangat membantu dalam penyelesaian suatu masalah. Komunikasi adalah hal terpenting dalam pemecahan masalah karena denan komunikasi dua arah akan ditemukan keputusan yang dapat mendamaikan (win-win solution). Pada kasus diatas dapat terlihat bahwa Pak W berusaha memperbaiki hubungannnya dengan Nyonya T karena telah berkomitmen untuk membentuk keluarga yang ideal dengan mendahulukan kepentingan anaknya. Dalam kasus, Pak W berusaha mengkomunikasikan masalahnya dengan istrinya dan dapat terselesaikan dengan baik karena keduanya saling menghargai.
Hubungan antar suami istri pada kasus tersebut dirasakan sebagi satu kesatuan dimana suami-istri derajatnya sejajar, mitra yang bersatu padu menjalankan bahtera rumah tangga. Sayangnya dalam pengambilan keputusan pada beberapa masalah keputusan yang diambil juga melibatkan orang lain (mertua) sehuingga hubungan suami-istri yang seharusnya sejajar menjadi tidak imbang. Hubungan suami-istri tidak imbang ini terlihat dari tidak adanya penyesuaian diri antara keluarga, dalam kasus hubungan penyesuaian diri ini hanya dilakukan oleh Pak W saja, sehingga menimbulkan ketimpangan dalam merespons suatu masalah. Tidak adanya saling pengertian antara suami-istri, sebenarnya pasangan nikah dalam kasus bisa saling pengertian tetapi karena ada intervensi dari luar salah satu pihak jadi merasa dominan (Nyonya T).
Ada beberapa fakta dalam kasus yang membuat rumah tangga ini menjadi rawan perceraian, antra lain peran masing-masing anggota keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan peran dari masing-masing status sehingga tidak memperlancar laju bahtera rumah tangga. Peranan dari orangtua (mertua) tidak dijalankan sesuai konteksnya yaitu membimbing dan membina pasangan nikah tetapi malah merecoki dan menghasut dalam setiap silang pendapat pasangan nikah. Peranan yang salah ini berpengaruh pada pengalaman hidup yang sedang dibangun suami-istri yang nantinya akan mempengaruhi dalam menyikapi kehidupan keluarga.
Selain itu pada aspek adat istiadat yang dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing tidak disikapi secara dewasa karena pada tahapan membangun ini mereka baru belajar menerima perbedaan masing-masing pasangan. Penerimaan ini terkait dengan usia nikah muda, mengingat Nyonya T saat menikah baru berusia 18 tahun (emosinya belum stabil) sedang suaminya baru menyelesaikan studinya. Keduanya masih belum dapat mandiri emosi maupun ekonomi. Pada kasus diatas pemicu masalah adalah faktor ekonomi dimana anggaran pendapatan dan belanja keluarga dalam sebuah keluarga tidak transparan sehingga menyebabkan adanya saling curiga dan menimbulkan perpecahan.
Pada kasus di atas unsur terpentingnya adalah sebabnya timbul konflik yang berkepanjangan karena adanya campur tangan dari pihak mertua. Hubungan menantu dan mertua pada kasus di atas terlihat buruk antara mertua perempuan dan menantu laki-laki yang jarang terekspos di dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus diatas Pak W berusaha menyelesaikan maslah dengan bersabar tanpa meminta bantuan dari orang lain karena adanya mindset bahwa meminta bantuan dapat diartikan sebagai lemah dan dianggap memalukan jika meminta pertolongan dari orang lain. Pak W selalu fokus pada tujuan penyelesaian masalah hanya pada tingkatan istrinya karena adanya pola pikir linear dimana kefokusan hanya pada satu hal dalam satu waktu dan terkotak-kotak.
Selain itu saat stress Pak W cenderung menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan bahkan sampai menarik diri (pergi dari rumah). Kebutuhan utamanya untuk dihormati,dipercaya, diterima, dan didukung sulit didapatkannya dalam rumah sehingga Pak W memutuskan untuk menjauhi rumah dan memikirkan jalan keluar untuk mengontrak rumah memisah dari mertuanya agar bisa kembali dihormati istrinya. Sayangnya usaha ini tidak bisa berjalan lancar karena kata-kata yang digunakan mungkin hanya untuk menyampaikan fakta dan informasi tanpa mengungkap aspek kedepannya (kehidupan rumah tangga setelah berpisah dari mertua) kepada istrinya maupun mertuanya sehingga komunikasinya tidak berhasil.
C. Treatment
Pada kasus diatas dapat diberikan treatment untuk menanggulangi permasalahan ketidaklancaran hubungan antara keluarga dengan konseling keluarga dan perkawinan. Pada hakekatnya konseling keluarga terutama untuk membantu keluarga dari para penderita skizofrenia sebagai cara baru untuk memahami dan menangani penderita gangguan mental, kemudian berkembang untuk membantu keluarga-keluarga yang tidak berfungsi baik. Beberapa pendekatan baru dalam konseling keluarga:
1. Multiple family therapy; merupakan grup terapi dengan secara rutin keluarga menjalani konseling dengan saling menceritakan problem dan saling membantu dalam penyelesaiannya.
2. Multiple impact therapy; penanganan seluruh keluarga oleh konselor komunitas yang multi disipliner selama waktu yang singkat (2 hari)
3. Network therapy; merupakan grup terapi, dimana sejumlah orang dimobilisasi dalam satu kelompok krisis yang bersifat terapeutik.
Ranah konseling perkawinan kadang-kadang digabung dalam model-model konseling keluarga, tapi sejak 1970-an lebih sering dipisahkan.. Terdapat 5 macam pendekatan dalam konseling perkawinan :
a. Psikoanalitik
b. Sosial kognitif
c. Sistem-sistem keluarga Bowen
d. Strategi struktural
e. REBT ( Rasional Emotive Behavioral Therapy )
Pelaksanaan konseling perkawinan dan keluarga harus selalu dalam kerangka berpikir yang berbasis teoritis dan mengingat bahwa anggota-anggota dalam perkawinan dan keluarga adalah dalam lingkungan hidup individu dan keluarga, konselor juga harus menggunakan teori-teori individual atau kelompok dengan saling melengkapi atau mengurangi.
Secara umum, tujuan family conseling/therapy adalah: 1)Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai bahwa dinamika keluarga saling bertautan di antara anggota keluarga; 2)Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga lainnya; 3)Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga; 4)Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental terhadap anggota keluarga (Perez, 1979).
Secara khusus, family conseling/therapy bertujuan untuk :
1. Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku yang unik (idiosyncratic) dari setiap anggota keluarga.
2. Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustrasi, ketika terjadi konflik dan kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga.
3. Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati, dan mengembangkan anggota lainnya.
4. Membantu mencapai persepsi parental yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga (Perez, 1979)
A. Teori
Pada setiap keluarga ada tahapan yang harus dilalui untuk mewujudkan suatu bentuk keluarga yang ideal. Tahap perkembangan keluarga menurut Spradley:
1. Pasangan baru (keluarga baru)
2. Membina hubungan dan kepuasan bersama
3. Menetapkan tujuan bersama
4. Mengembangkan keakraban
5. Membina hubungan dengan kelaurga lain, teman, kelompok sosial
6. Diskusi tentang anak yang diharapkan
Memahami fase-fase pertumbuhan keluarga penting agar dapat mengerti tugas dan tantangan yang terkandung di dalam setiap fase yang akan menuju kekedewasaan keluarga yang utuh. Keberhasilan keluarga dalam menyelesaikan setiap tugas pada setiap fase akan mempengaruhi perkembangan fase-fase selanjutnya. Ada empat fase pertumbuhan keluarga yang masing-masing mencakup sekitar kurun 10-12 tahun.
1. Fase Membangun. Ini adalah anak tangga pertama dalam pernikahan. Tahap ini disebut "membangun", yaitu tahap membangun fondasi keluarga, sebab pada tahap ini pasangan nikah barulah memulai membangun (a) keluarga, yaitu membangun keakraban, keharmonisan keluarga, saling mengenal lebih dalam pasangan dan anak-anak yang lagi bertumbuh; (b) karier, sebagi tantangan terbesar pada fase pertama ini karena karir baru dirintis; (c) Jaringan dengan sesama (kerabat), pada tahap ini keakraban dengan mertua, saudara sepupu, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal sedang dibangun.(d) Hubungan yang harmonis keluarga baru dengan Tuhan, hal ini akan menolong anak-anak dan keluarga menjadi kokoh satu dengan yang lain dan kokoh dalam Iman. Fase pertama ini adalah fase yang sangat penting, karena bilamana gagal meletakan fondasi yang kuat maka akan menuai dampaknya pada fase-fase berikutnya.
2. Fase Memelihara atau Mempertahankan. Di mana memelihara keutuhan, harmonisan dengan keluarga, dan karier, kerabat dan dengan Tuhan, yang telah dibangun sebelumnya. Dalam fase ini keluarga mengalami gempuran yang sangat hebat berlangsung sekitar 12 tahun atau lebih dan memasuki krisis usia paruh-baya. Karir sudah mencapai titik mapan, keuangan mulai mantap, anak-anak sudah mulai masuk kuliah sedangkan saat ini sering kali hubungan suami istri mulai menjadi dingin. Karena istri mulai memasuki masa menopause, dan pada suami kekuatan sudah mulai menurun. Pada fase ini disebut juga fase mempertahankan karena keluarga sedang menghadapi tantangan untuk mempertahan kekokohan keluarga, karir, hubungan dengan kerabat, dan hubungan keluarga dengan Tuhan.
3. Fase Mempersiapkan, Ini adalah anak tangga ketiga dari pernikahan dan disebut “persiapan” sebab memang harus mulai mempersiapkan masa pensiun sekaligus menolong anak mempersiapkan memilih pasangan yang tepat. Tantangan terbesar pada 10-12 tahun ini adalah menjalin hubungan yang semakin kuat dengan, keluarga, Tuhan, dan kerabat, agar dapat memasuki hari tua tidak dalam kesepian. Bila dalam tahap ini tidak memiliki hubungan yang kuat dan baik dengan anak, anak mantu, cucu, atau sudara, dan teman, maka pada fase berikutnya disaat tua dan sakit-sakitan, akan menjadi orang yang paling kesepian dan menderita diatas dunia ini.
4. Fase Menikmati. Disebut menikmati sebab memang kunci untuk melewati hari tua adalah menikmatinya. Sudah tentu jauh lebih mudah untuk menikmatinya bila telah menanam benih yang sehat dalam hidup selama fase-fase sebelumnya. Pada fase ini tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah apakah tetap dapat menikmati hari tua. Alangkah indahnya misalkan kerabat masih ada dan masih bisa dekat, hubungan dengan keluarga juga baik, suami-istri saling mengasihi, anak-anak saling menghormati; semakin dekat kepada Tuhan, walau di usia tua meskipun aktivitas lebih terbatas, sering sakit-sakitan tetapi tetap mendapatkan kepuasan, kenikmatan dari keluarga dan sahabat. Betapa indahnya di usia 65-70an anak-anak sudah mapan, dan masih bisa ramai-ramai berkumpul, pergi bersama anak atau bersama sahabat.
Hasil riset oleh John DeFrain (Strong families around the world) menemukan ada enam karakteristik yang sama yang dimiliki oleh keluarga-keluarga kokoh di seluruh penjuru dunia, baik keluarga dari negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang, yaitu:
1. Komitmen. Dalam kamus bahasa besar bahasa Indonesia “komitmen” berarti “perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu”.
2. Penghagaan serta kasih sayang. Anggota didalam keluarga kokoh dan bahagia sangat menaruh perhatian satu dengan yang lain. Kuncinya adalah perlunya anggota keluarga dalam memiliki pengertian terhadap ungkapan emosi yang positif.
3. Komunikasi yang positif. Keluarga yang dapat mengekpresikan perasaan mereka secara terbuka dan jujur satu dengan yang lain. Anggota keluarga memiliki perbedaan dan bisa timbul konflik, tetapi mereka berbicara dengan sopan, tanpa menuduh dan menghakimi satu dengan yang lain. Menyelesaikan perbedaan kadang-kadang berakhir dengan ketidaksepakatan. Namun tidak menghindar dari masalah dan tetap menghindari kritikan serta sikap bermusuhan. Penelitian dalam Strong families telah didapatkan beberapa aspek yang sangat penting.
a. Angota keluarga yang kokoh memiliki kesanggupan menjadi pendengar dan memberikan perhatian yang sangat baik.
b. Anggota kelurga kokoh juga lebih suka bertanya dari pada mencoba membaca pikiran anggota keluarga yang lain.
c. Humor adalah salah satu bagian yang sangat penting didalam healthy family. Dalam satu studi ditemukan didapati bahwa mereka suka berkelakar atau tertawa bersama untuk membina pandangan yang positif dalam hidup untuk penghiburan dalam mengurangi ketegangan, mengurangi kecemasan serta menunjukan kehangatan dan menolong mengatasi situasi sulit (Defrain Wueffel & N Stinett, 1990, ’ How strong families use humour’)
4. Waktu bersama yang berkualitas, memprioritaskan kebersamaan. Kesanggupan keluarga dalam menyediakan waktu bersama untuk saling berbagi kasih dan perhatian, kelembutan, kegembiraan, ketakutan bahkan dalam kemarahan merupakan usur yang memperkokoh keluarga. Keluarga yang kokoh dan sehat, adalah yang meluangkan waktu bersama, melakukan sesuatu bersama.
5. Kehidupan rohani yang sehat. Sangat jelas dari banyak kebudayaan dan latar belakang agama, meyakini bahwa kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan menolong menciptakan satu pusat kepedulian diantara masing-masing induvidu yang medorong mereka untuk saling berbagi rasa, kasih, dan perhatian.
6. Kesanggupan menghadapi krisis dan stress. Keluarga yang kokoh itu adalah keluarga yang terus-menerus bertumbuh, karena setiap kali ada konflik di situlah tempat belajar, tempat bertumbuh lagi. Keluarga kokoh berhasil menghadapi krisis dan cobaan berat dengan strategi sebagai berikut: (N Stinnett, 1981, How strong families cope the crises)
a. Mereka bekerja sama menghadapi krisis yang terjadi.
b. Anggota keluarga terkecil berusaha untuk menanggung bebanikut berjuang bersama-sama.
c. Mengatasi tiap-tiap krisis yang terjadi dalam susana yang positif.
d. Meminta bantuan bila tidak bisa memecahkan problema-problema yang menghadang
Keluarga harmonis dilihat dari berbagai macam hubungan antara lain;
1. Hubungan antar suami istri. Keluarga harmonis merupakan tanggung jawab suami-istri, suami-istri dapat rukun jika masing-masing mensyukuri apa yang ada pada pasangannya. Suami-istri sejajar, mitra yang bersatu padu menjalankan bahtera rumah tangga. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat sedangkan pembagian tugas rumah tangga dibagi rata dan saling bertanggung jawab. Suami-istri ibarat puzzle, potongannya saling melengkapi satu sama lain. Apabila ada potongan yang tidak pas atau hilang maka puzzle tidak akan lengkap, demikianlah rumah tangga itu. Hubungan suami-istri yang serasi antara lain menunjukkan: Adanya penyesuaian diri antara keluarga; Adanya saling pengertian antara suami-istri; Adanya saling tenggang rasa (toleransi); Adanya saling penghargaan; Adanya saling bertanggung jawab atas hubungan sebagai suami istri; Adanya saling gotong royong; Adanya pengakuan dari kedua belah pihak bahwa masing-masing berhak atas perwujudan diri pribadi.
2. Hubungan antar orang tua –anak. Ketidaksamaan kebutuhan dan keinginan antara pengharapan orangtua terhadap anak dengan apa yang sebenarnya diinginginkan oleh anak menjadi sumber dari tidak efektifnya komunikasi antara orang tua dengan anak. Tanpa orang tua sadari, orang tua menjadi seperti mesin perintah yang selalu memaksa anak untuk melakukan apa yang dikehendakinya, menjadi orang tua yang sebentar-bentar melarang. Beberapa hal yang menjadi indikasi serasinya hubungan antara orang tua-anak antara lain: Adanya pengetahuan dan wawasan orang tua-anak tentang pentingnya hubungan yang setara dalam keluarga; Tumbuhnya rasa cinta dan kasih sayang antara orang tua-anak atau sebaliknya; Munculnya rasa hormat dan menghargai satu sama lainnya; Adanya sikap dan perilaku orang tua yang rasional dan bertanggung jawab terhadap proses tumbuh kembang anak; Adanya kemampuan orang tua untuk mendeteksi gejala yang memungkinkan timbulnya permasalahan anak.
3. Hubungan antar anak, interaksi antar saudara didalam keluarga tentunya tidak terlepas dari peran orang tua sejak awal didalam pengasuhan. Satu hal yang orang tua perlu ingat bahwa bagaimana mereka berelasi akan menjadi contoh bagi anak-anaknya untuk melakukan interaksi diantara saudara. Hubungan antar saudara (kakak-adik) yang harmonis menunjukkan: Adanya perasaan saling menyayangi dan saling mengasihi antar anak; Adanya keinginan dan kebutuhan untuk saling melindungi diantara anak; Munculnya perasaan saling menghormati dan menghargai kewajiban dan hak antar saudara; Saling membantu satu sama lain (kakak-adik) yang diwujudkan melalui pemberian bimbingan dari kakak kepada adik dan sebaiknya adik menghargai.
Untuk mencapai kehidupan keluarga yang harmonis, tentunya banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya menurut Drs. Sukmana adalah :
1. Peran masing-masing anggota keluarga. Berjalannya peran dari masing-masing status tersebut akan memperlancar laju bahtera rumah tangga.
2. Empati (menempatkan diri pada posisi orang lain). Suami-istri saling menghargai keberadaan masing-masing sehingga terjadi saling pengertian dan tumbuh cinta kasih yang berkesinambungan.
3. Pengalaman Hidup, yang dimiliki suami dan istri akan mempengaruhi dalam menyikapi kehidupan keluarga. Semakin luas pengalaman, maka akan semakin matang dalam menghadapi masalah yang timbul.
4. Adat istiadat. Perbedaan adat istiadat ini dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing. Selain itu, adat suami dan istri dilatarbelakangi oleh keluarganya masing-masing.Dengan adanya perbedaan ini seyogyanya suami dan istri saling menghormati dan menghargai.
5. Tujuan Keluarga sebagai pedoman yang dapat memberi arah atau jalan yang harus dilalui oleh anggota keluarga.
6. Anggaran pendapatan dan belanja keluarga dalam sebuah keluarga sebaiknya disusun anggaran pendapatan dan belanja keluarga.
7. Hubungan (komunikasi). Semua faktor diatas harus dikomunikasikan kepada semua anggota keluarga. Komunikasi dalam keluarga bisa terjadi secara verbal maupun non verbal. Dalam menyampaikan pesan hendaknya memperhatikan beberapa hal. Misalnya dengan menggunakan bahasa yang sederhana, waktu yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, sehingga mudah dipahami oleh seluruh anggota keluarga.
Dalam sebuah keluarga tidak jarang ditemui bahwa dalam satu tap tinggal bebrapa keluarga yang hidup bersama. Ada istilah keluarga extended family dimana dalam keluarga ini terdapat perpanjangan hubungan kekerabatan secara horisontal maupun vertikal. Salah satunya bentuk kelurga yang didalamnya terdapat hubungan menantu-mertua. Banyak kasus-kasus meliputi hubungan ini, yang sering terdengar biasanya banyak melibatkan menantu perempuan dan mertua perempuan. Namun demikian, hal ini tentu tidak bisa diartikan bahwa menantu lelaki tidak pernah menghadapi masalah dengan mertua lelaki maupun mertua perempuan atau antara menantu perempuan dengan mertua lelaki.
Argumentasi klasik bahwa lelaki dan perempuan pada dasarnya memang memiliki perbedaan mempengaruhi banyak kasus yang muncul antara menantu perempuan dan mertua perempuan. Menurut John Gray dalam bukunya Men Are From Mars, Women Are From Venus, perbedaan mendasar antara lelaki dengan perempuan dapat digambarkan sebagai berikut:
Lelaki Perempuan
Sense of self dinilai dari prestasi; Lebih berorientasi pada tugas; Mandiri; Minta bantuan dapat diartikan sebagai lemah Sense of self dinilai dari kemampuan membina hubungan; Lebih berorientasi pada hubungan; Saling tergantung; Minta bantuan berarti menghormati orang yang dimintai bantuan
Fokus pada tujuan Menikmati proses
Bersaing Bekerjasama
Mengandalkan kemampuan analisis Mengandalkan kemampuan intuisi
Cara pikir Linear: fokus pada satu hal dalam satu waktu dan terkotak-kotak Multi-tasking: berkutat dengan hal-hal kecil dalam satu waktu dan sambung-menyambung (seperti gulungan benang)
Bertindak; Merasa lebih baik dengan menyelesaikan masalahnya Berbicara; Merasa lebih baik dengan membicarakan masalahnya
Saat stress: cenderung menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan atau
menarik diri Saat stress: semakin terlibat dengan orang lain, lebih banyak berbicara agar dapat
didengarkan dan dimengerti
Kebutuhan utama: dihormati (dipercaya, diterima, dihargai, dikagumi, diteguhkan, didukung). Kebutuhan utama: diayomi (diperhatikan secara lembut, dimengerti, dihormati, dilindungi, diteguhkan, penghiburan).
Kata-kata digunakan untuk menyampaikan fakta dan informasi Kata-kata merupakan sesuatu yang alami, sama halnya seperti bernafas
Dengan melihat beberapa perbedaan diatas, tentunya dapat dimengerti mengapa masalah menantu-mertua kebanyakan terjadi diantara kaum perempuan.
B. Dinamika Psikologis
Pada kasus yang dipaparkan sebelumnya dapat dilihat bahwa akar masalah dari timbulnya permasalahan rumah tangga Pak W dan Nyonya T akibat dari intervensi mertua Pak W sehingga menyebabkan ketidakharmonisan keluarga Pak W. Dari uraian kasus di atas diketahui bahwa usia perkawinan Pak W dan Nyonya T hampir melewati fase pertama yaitu fase membangun yang meliputi pembangunan fondasi keluarga. Pasangan nikah mulai membangun keluarga yaitu membangun keakraban, keharmonisan keluarga, saling mengenal lebih dalam antara pasangan dan menjaga anak-anak yang sedang bertumbuh. Selain itu pada fase ini pasangan nikah harus meniti karir untuk memamtapkan posisi keuangan keluarga demi menjamin keberlangsungan anggaran keluarga yang sangat berpengaruh pada kehidupan di masa yang akan datang.
Tahapan ini juga meliputi pembangunan keakraban dengan sesama kerabat, meliputi keakraban dengan mertua, saudara sepupu, lingkungan kerja, maupun lingkungan tempat tinggal. Sayangnya dalam mengembangkan keakraban dan membina hubungan dengan anggota keluarga lain mengalami hambatan, dimana Pak W sudah terlebih dahulu mempunyai penilaian negatif dari mertuanya khususnya mertua perempuan. Keakraban yang dibangun mengalami hambatan sehingga pernikahan ini rawan konflik dimana mertua yang seharusnya menjadi pembimbing dan membina keluarga baru malah menyebabkan hubungan yang terbangun antara pasangan nikah ini menjadi goyah.
Selanjutnya fase ini mencakup hubungan yang harmonis antara keluarga baru dengan Tuhan, hal ini akan menolong anak-anak dan keluarga menjadi kokoh satu dengan yang lain dalam kekuatan iman. Hendaknya dalam fase ini hubungan yang dibangun dengan kerabat juga diimbangi dengan membangun hubungan dengan Tuhan, dimana para anggota keluarga dapat mendekatkan diri dan tetap berpegang teguh pada imannya terhadap Sang Pencipta bila menemui permasalahan dalam membangun fondasi keluarga yang kokoh. Fase pertama adalah fase yang sangat penting, karena bila gagal meletakan fondasi yang kuat maka berdampak pada fase-fase berikutnya.
Yang diperlukan dalam membangun keluarga ideal adalah komitmen. Komitmen yang diucapkan saat perjanjian ijab-qabul merupakan pengingat akan pasangan nikah untuk mencapai tujuan awal pernikahan dalam membentuk keluarga meskipun banyak aral merintang. Selain itu, angota keluarga khususnya pasangan nikah hendaknya saling memberikan penghargaan serta kasih sayang. Keduanya dapat diekspresikan dengan ungkapan emosi yang positif, misalnya dengan tatapan lembut maupun ucapan penuh perhatian. Dengan ungkapan positif tersebut dapat membangun rasa keterikatan yang lebih kuat karena berlandaskan rasa saling menghormati dan menghargai.
Adanya komunikasi yang positif secara terbuka dan jujur satu dengan yang lain antar pasangan nikah akan sangat membantu dalam penyelesaian suatu masalah. Komunikasi adalah hal terpenting dalam pemecahan masalah karena denan komunikasi dua arah akan ditemukan keputusan yang dapat mendamaikan (win-win solution). Pada kasus diatas dapat terlihat bahwa Pak W berusaha memperbaiki hubungannnya dengan Nyonya T karena telah berkomitmen untuk membentuk keluarga yang ideal dengan mendahulukan kepentingan anaknya. Dalam kasus, Pak W berusaha mengkomunikasikan masalahnya dengan istrinya dan dapat terselesaikan dengan baik karena keduanya saling menghargai.
Hubungan antar suami istri pada kasus tersebut dirasakan sebagi satu kesatuan dimana suami-istri derajatnya sejajar, mitra yang bersatu padu menjalankan bahtera rumah tangga. Sayangnya dalam pengambilan keputusan pada beberapa masalah keputusan yang diambil juga melibatkan orang lain (mertua) sehuingga hubungan suami-istri yang seharusnya sejajar menjadi tidak imbang. Hubungan suami-istri tidak imbang ini terlihat dari tidak adanya penyesuaian diri antara keluarga, dalam kasus hubungan penyesuaian diri ini hanya dilakukan oleh Pak W saja, sehingga menimbulkan ketimpangan dalam merespons suatu masalah. Tidak adanya saling pengertian antara suami-istri, sebenarnya pasangan nikah dalam kasus bisa saling pengertian tetapi karena ada intervensi dari luar salah satu pihak jadi merasa dominan (Nyonya T).
Ada beberapa fakta dalam kasus yang membuat rumah tangga ini menjadi rawan perceraian, antra lain peran masing-masing anggota keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan peran dari masing-masing status sehingga tidak memperlancar laju bahtera rumah tangga. Peranan dari orangtua (mertua) tidak dijalankan sesuai konteksnya yaitu membimbing dan membina pasangan nikah tetapi malah merecoki dan menghasut dalam setiap silang pendapat pasangan nikah. Peranan yang salah ini berpengaruh pada pengalaman hidup yang sedang dibangun suami-istri yang nantinya akan mempengaruhi dalam menyikapi kehidupan keluarga.
Selain itu pada aspek adat istiadat yang dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing tidak disikapi secara dewasa karena pada tahapan membangun ini mereka baru belajar menerima perbedaan masing-masing pasangan. Penerimaan ini terkait dengan usia nikah muda, mengingat Nyonya T saat menikah baru berusia 18 tahun (emosinya belum stabil) sedang suaminya baru menyelesaikan studinya. Keduanya masih belum dapat mandiri emosi maupun ekonomi. Pada kasus diatas pemicu masalah adalah faktor ekonomi dimana anggaran pendapatan dan belanja keluarga dalam sebuah keluarga tidak transparan sehingga menyebabkan adanya saling curiga dan menimbulkan perpecahan.
Pada kasus di atas unsur terpentingnya adalah sebabnya timbul konflik yang berkepanjangan karena adanya campur tangan dari pihak mertua. Hubungan menantu dan mertua pada kasus di atas terlihat buruk antara mertua perempuan dan menantu laki-laki yang jarang terekspos di dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus diatas Pak W berusaha menyelesaikan maslah dengan bersabar tanpa meminta bantuan dari orang lain karena adanya mindset bahwa meminta bantuan dapat diartikan sebagai lemah dan dianggap memalukan jika meminta pertolongan dari orang lain. Pak W selalu fokus pada tujuan penyelesaian masalah hanya pada tingkatan istrinya karena adanya pola pikir linear dimana kefokusan hanya pada satu hal dalam satu waktu dan terkotak-kotak.
Selain itu saat stress Pak W cenderung menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan bahkan sampai menarik diri (pergi dari rumah). Kebutuhan utamanya untuk dihormati,dipercaya, diterima, dan didukung sulit didapatkannya dalam rumah sehingga Pak W memutuskan untuk menjauhi rumah dan memikirkan jalan keluar untuk mengontrak rumah memisah dari mertuanya agar bisa kembali dihormati istrinya. Sayangnya usaha ini tidak bisa berjalan lancar karena kata-kata yang digunakan mungkin hanya untuk menyampaikan fakta dan informasi tanpa mengungkap aspek kedepannya (kehidupan rumah tangga setelah berpisah dari mertua) kepada istrinya maupun mertuanya sehingga komunikasinya tidak berhasil.
C. Treatment
Pada kasus diatas dapat diberikan treatment untuk menanggulangi permasalahan ketidaklancaran hubungan antara keluarga dengan konseling keluarga dan perkawinan. Pada hakekatnya konseling keluarga terutama untuk membantu keluarga dari para penderita skizofrenia sebagai cara baru untuk memahami dan menangani penderita gangguan mental, kemudian berkembang untuk membantu keluarga-keluarga yang tidak berfungsi baik. Beberapa pendekatan baru dalam konseling keluarga:
1. Multiple family therapy; merupakan grup terapi dengan secara rutin keluarga menjalani konseling dengan saling menceritakan problem dan saling membantu dalam penyelesaiannya.
2. Multiple impact therapy; penanganan seluruh keluarga oleh konselor komunitas yang multi disipliner selama waktu yang singkat (2 hari)
3. Network therapy; merupakan grup terapi, dimana sejumlah orang dimobilisasi dalam satu kelompok krisis yang bersifat terapeutik.
Ranah konseling perkawinan kadang-kadang digabung dalam model-model konseling keluarga, tapi sejak 1970-an lebih sering dipisahkan.. Terdapat 5 macam pendekatan dalam konseling perkawinan :
a. Psikoanalitik
b. Sosial kognitif
c. Sistem-sistem keluarga Bowen
d. Strategi struktural
e. REBT ( Rasional Emotive Behavioral Therapy )
Pelaksanaan konseling perkawinan dan keluarga harus selalu dalam kerangka berpikir yang berbasis teoritis dan mengingat bahwa anggota-anggota dalam perkawinan dan keluarga adalah dalam lingkungan hidup individu dan keluarga, konselor juga harus menggunakan teori-teori individual atau kelompok dengan saling melengkapi atau mengurangi.
Secara umum, tujuan family conseling/therapy adalah: 1)Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai bahwa dinamika keluarga saling bertautan di antara anggota keluarga; 2)Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga lainnya; 3)Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga; 4)Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental terhadap anggota keluarga (Perez, 1979).
Secara khusus, family conseling/therapy bertujuan untuk :
1. Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku yang unik (idiosyncratic) dari setiap anggota keluarga.
2. Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustrasi, ketika terjadi konflik dan kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga.
3. Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati, dan mengembangkan anggota lainnya.
4. Membantu mencapai persepsi parental yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga (Perez, 1979)
TERAPI KELUARGA
Terapi keluarga
adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku,
perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan
sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga
mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang
satu dengan yang lain berbeda. Tujuan konseling keluarga terutama adalah untuk
mengerti keluarga penderita gangguan skizofrenia, konseling keluarga dianggap
cara baru untuk mengerti dan menangani penderita gangguan mental. Kemudian
konseling keluarga tidak hanya berguna untuk menangani individu dalam konteks
keluarga, tetapi juga keluarga yang tidak berfungsi baik.
Model-model
pendekatan-pendekatan baru
yang
dikembangkan dalam konseling keluarga yaitu:
1. Multiple
Family Therapy
Keluarga-keluarga
yang terpilih menemui
konselor tiap
minggu, dan pada waktu itu mereka
menceritakan
problem mereka masing-masing
dan membantu
sesama dalam pemecahan
persoalan
2. Multiple
impact Therapy
Mencakup seluruh
keluarga dalam sederetan interaksi yang berkelanjutan dengan konselorkonselor
komunitas yang multidisipliner mungkin selama dua hari. Terapi ini mencakup
pemberian konseling secara penuh selama dua hari atau lebih kepada satu
keluarga
3. Terapi
jaringan (Network Therapy)
Berusaha
memobilisasi sejumlah orang untuk
berkumpul dalam
suatu krisis untuk membentuk
suatu kekuatan
terapeutik. Tujuan ini adalah
untuk memperkuat
kekuatan dari jaringan yang
dikumpulkan
untuk memberi kesempatan untuk
berubah di dalam
sistem keluarga tersebut.
1. Experiential/Humanistic
Tujuan dari
terapi ini adalah insight, kematangan psikoseksual, penguatan fungsi ego, pengurangan
gejala patologis, dan memuaskan lebih banyak relasi obyek. Kerangka umumnya adalah
sejadian saat ini yaitu data terkini dan dari pengalamanyang diobservasi secara
langsung. Aturan dari proses ketidaksadaran adalah pilihan bebas dan kesadaran
akan kemampuan diri lebih penting daripada motivasi yang tidak disadari. Fungsi
utama dari terapis adalah sebagai fasilitaor aktif pada potensi-potensi untuk pertumbuhan
dan menyediakan keluarga pada pengalaman baru. Jenis-tenis terapi yang digunakan
dalam pendekatan experiential/humanistic adalah sebagai berikut:
a. Terapi
pengalaman (Experiential or
symbolic family
therapy)
Menggunakan
pendekatan non-teoritis dalam terapi tetapi lebih menekankan pada
proses, yaitu
sesuatu yang terjadi selama tahapan terapi keluarga dan bagaimana
setiap orang
mengalami perasaan-perasaan dan perubahan pada perilakunya.
b. Gestalt family
therapy
Menekankan pada
pengorganisasian diri secara menyeluruh. Focus utamanya adalah
membantu
individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan
ke keadaan
mandiri (self support).
c. Humanistik
Terapis berperan
dalam memperkaya pengalaman keluarga dan memperbesar kemungkinan setiap anggota
keluarga untuk menyadari keunikan dan potensi mereka yang luar biasa.
d. Pendekatan
proses/komunikasi
Terapis dan
keluarga bekerjasama untuk menstimulasi proses healting-promoting. Pendekatan
yang digu akan adalah mengklarifikasi adanya ketidaksesuaian dalam proses kemunikasi
diantara anggota keluarga.
2. Bowenian
Tujuan terapi
adalah memaksimalkan diferensiasi diri pada masing-masing anggota
keluarga.
Kerangka umumnya dari Bowen adalah mengutamakan masa kini dan tetap
memperhatikan latar belakang keluarga. Atauran dari ketidaksadaran adalah
konsep terkini yang menyatakan konflik yang tidak disadari meskipun saat ini tampak
pada masa interaktif. Fungsi utama dari terapis adalah langsung tapi tidak
konfrontasi dan dilihat melalui penyatuan keluarga. Bowen mencoba menjembatani
antara pendekatan yang berorientasi pada psikodinamika yang menekankan pada
perkembangan diri, isu-isu antar generasi dan peran-peran masa laludengan pendekatan
yang membatasi perhatian pada unit keluarga dan pengaruhnya dimasa kini. Bowen
menggunakan 8 konsep dalam dalam sistem hubungan emosional dalam keluarga yang
digunakan Bowen untuk menganalisis kasus adalah sebagai berikut:
a. Pebedaan
individu
b. Triangulasi
c. Sistem
emosional keluarga
d. Proses
proyeksi keluarga
e. Pemutusan
emosional
f. Proses
penularan multigenerasi
g. Posisi
saudara kandung
h. Regenerasi
masyarakat
3. Psikodinamika
Tujuan dari
terapi psikodinamika ini adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih banyak
pada pola
interaksi yang lebih. Psikodinamikan memandang keluarga sebagai system dari
interaksi kepribadian, duimana setiap individu mempunyai usb-sistem yang
penting dalam keluarga, sebagaimana keluarga sebagai sebuah sub-sistem dalam
sebuah komunitas. Terapis menjadi fasilitator yang menolong keluarga untuk
menentukan
tujuannya sendiri dan bergerak kearah mereka sebagaimana sebuah kelompok.
Kerangka umum adalah masa lalu, sejarah dari pengalaman terdekat yang perlu
diungkap. Aturan dari ketidaksadaran adalah konflik dari masa lalu yang tidak
terselesaikan akan Nampak pada perilaku sadar seseorang secara kontineu untuk mrnghadapi situasi dan obyek yang ada
sekarang. Fungsi utama dari terapis bersikap netral artinya membuat intepretasi
tehadap pola perilaku individu dan keluarga.
4. Behavioral
Tujuan dari
terapi behavioral adalah merubah konsekuaensi perilaku anatar pribadiyang
mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif atau problemnya. Kerangka
umumdari pendekatan behavioral adalah masa kini yanglebih memfokuskan pada lingkungan
interpersonal yang terpelihara dan muncul terusdalam pola perilaku terkini.
Fungsi utama dariterapis adalah direktif, mengarahkan,membimbing atau model
dari perilaku yang diinginkan dan negosiasi kontrakJenis terapi keluarga yang
biasa digunakan
dalam pendekatan
behavioral guna menyususn
kembali sebuah
keutuhan keluarga adalah:
a. Behavioral
marital therapy
b. Behavioral
parent training
5. Struktural
Tujuan dari
model pendekatan struktural adalah perubahan pada konteks hubungan dalam rangka
rekonstruksi organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional.
Kerangkaumum pendekatan struktural adalah masa kinidan masa lalu yaitu struktur
keluarga dipandangdari pola transaksioanal permulaan, dengan katalain struktur
keluatga masa kini dipengaruhi olehpola-pola transaksional sebelumnya. Fungsi
dariterapis adalah direktur panggung, yaitumemanipulasi struktur keluarga dalam
rangkamengubah setting disfungsional.Pendekatan yang biasa digunakan
dalamterapi struktural untuk memanipulasi strukturkeluarga adalah:
a. Menyusun
ulang kesatuan disfungsional
b. Teknik
intervensi struktural
6. Komunikasi
Tujuan
pendekatan komunikasi adalah mengubah perilaku disfungsional dan rangkaian
perilaku yang tidak diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak
sekuensi perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi
timbulnya
masalah-masalah dan simptomsimptom kerangka umum dari pendekatan
komunikasi
adalah masa kini yaitu problem terkini atau perilaku yang sedang terjadi berulang
secara konsisten atar individu. Fungsi dari terapis adalah aktif, manipulative,
problem fokus, paradoksial dan memberikan petunjuk.
PERAN INTERVENSI
BAGI KONSELOR
KOMUNITAS
Peran dari
konselor komunitas dalam
membantu klien
dalam menyelesaikan permasalahan
dalam keluarga
ada lima, peran tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai
assessor atau penilai.
2. Pemberi
informasi atau pendidikan
3. Pengembang
sistem support
4. Memberikan
tantangan bagi keluarga
5. Member
fasilitas prevensi
PROSES KONSELING
Dalam konseling
ada beberapa proses yang
harus dijalankan
sebagai pelaksanaan dari sebuah
konseling. Ada
empat langkah dalam proses
konseling,
proses tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengikutsertakan keluarga
b. Menilai
masalah
c.
Strateg-strategi khusus, dan
d. Follow-Up
KOMUNIKASI MENURUT CARA PENYAMPAIAN
Pada dasarnya setiap orang dapat
berkomunikasi satu sama lainnya karena manusia selain mahluk individu juga
sekaligus mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
sesamanya. Namun tidak semua orang dapat secara trampil berkomunikasi, oleh
karena itu perlu dikenali berbagai cara penyampaian informasi.
Kiranya tidak terlalu sulit untuk
mengenali cara-cara penyampaian informasi dalam komunikasi, karena pada
dasarnya kita telah melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut cara penyampaian informasi dapat
dibedakan menjadi :
a. Komunikasi Lisan
· Komunikasi yang terjadi secara langsung dan tidak
dibatasi oleh jarak, dimana dua belah pihak dapat bertatap muka, misalnya dialog
dua orang, wawancara maupun rapat dan sebagainya.
· Komunikasi yang terjadi secara tidak langsung karena
dibatasi oleh jarak, misalnya komunikasi lewat telepon dan sebagainya.
b. Komunikasi Tertulis
Komunikasi Tertulis adalah komunikasi
yang dilaksanakan dalam bentuk surat dan dipergunakan untuk menyampaikan berita
yang sifatnya singkat, jelas tetapi dipandang perlu untuk ditulis dengan
maksud-maksud tertentu.
Contoh-contoh komunikasi tertulis ini antara lain:
·
Naskah,
yang biasanya dipergunakan untuk menyampaikan berita yang bersifat komplek.
·
Blangko-blangko,
yang dipergunakan untuk mengirimkan berita dalam suatu daftar.
·
Gambar
dan foto, karena tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat.
Dalam berkomunikasi secara tertulis,
sebaiknya dipertimbangkan maksud dan tujuan komunikasi itu dilaksanakan.
Disamping itu perlu juga resiko dari komunikasi tertulis tersebut, misalnya
aman, mudah dimengerti dan menimbulkan pengertian yang berbeda dari yang
dimaksud.
KOMUNIKASI MENURUT KELANGSUNGANNYA
Di dalam proses komunikasi dapat kita
ketahui terjadinya interaksi dua belah pihak tersebut sebagai berikut :
l. Komunikasi Langsung
Proses komunikasinya dilaksanakan secara
langsung tanpa bantuan perantara orang ketiga ataupun media komunikasi yang ada
dan tidak dibatasi oleh jarak.
2. Komunikasi Tidak Langsung
Proses komunikasinya dilaksanakan dengan
bantuan pihak ketiga atau bantuan alat-alat atau media komunikasi.
KOMUNIKASI MENURUT PERILAKU
Komunikasi merupakan hasil belajar
manusia yang terjadi secara otomatis, sehingga dipengaruhi oleh perilaku maupun
posisi seseorang. Menurut perilaku, komunikasi dapat dibedakan menjadi :
l. Komunikasi Formal
Komunikasi yang terjadi diantara anggota
organisasi / perusahaan yang tata caranya telah diatur dalam struktur
organisasinya, misalnya rapat kerja perusahaan, konferensi, seminar dan
sebagainya.
2. Komunikasi Informal
Komunikasi yang terjadi di dalam suatu
organisasi atau perusahaan yang tidak ditentukan dalam struktur organisasi dan
tidak mendapat pengakuan resmi yang mungkin tidak berpengaruh terhadap
kepentingan organisasi atau perusahaan, misalnya kabar burung, desas-desus, dan
sebagainya.
3. Komunikasi Nonformal
Komunikasi yang terjadi antara
komunikasi yang bersifat formal dan informal, yaitu komunikasi yang berhubungan
dengan pelaksanaan tugas pekerjaan organisasi atau perusahaan dengan kegiatan
yang bersifat pribadi anggota organisasi atau perusahaan tersebut, misalnya
rapat tentang ulang tahun perusahaan, dan sebagainya.
Maka dapat diketahui bahwa komunikasi
formal, informal dan nonformal saling berhubungan, dimana komunikasi nonformal
merupakan jembatan antara komunikasi formal dengan komunikasi informal yang
dapat memperlancar penyelesaian tugas resmi, serta dapat mengarahkan komunikasi
informal kepada komunikasi formal.
KOMUNIKASI MENURUT MAKSUD KOMUNIKASI
Bila diperhatikan dengan seksama, maka
dapat diketahui bahwa komunikasi dapat terlaksana bila terdapat inisiatif dari
komunikator maka maksud terlaksananya komunikasi lebih banyak ditentukan oleh
komunikator tersebut. Menurut maksud dilakukan komunikasi dapat dibedakan
sebagai berikut:
·
Pidato
·
Ceramah
·
Memberi prasaran
·
Wawancara
·
Memberi perintah atau tugas
Dengan demikian jelas bahwa inisiatif
komunikator menjadi faktor penentu, demikian pula kemafipuan komunikator
tersebutlah yang memegang peranan keberhasilan proses komunikasinya.
KOMUNIKASI MENURUT RUANG LINGKUP
Ruang lingkup terjadinya komunikasi
merupakan batasan jenis komunikasi ini. Maka dalam komunikasi menurut ruang
lingkup dapat dibedakan sebagai berikut:
l. Komunikasi Internal
Komunikasi yang berlangsung dalam ruang
lingkup atau lingkungan organisasi atau perusahaan yang terjadi diantara
anggota organisasi atau perusahaan tersebut saja.
Komunikasi Internal ini dapat dibedakan
menjadi 3 macam yaitu :
ü Komunikasi Vertikal,
yaitu komunikasi yang terjadi dalam bentuk komunikasi dari atasan
kepada bawahan, misalnya perintah, teguran, pujian, petunjuk dan sebagainya.
ü Komunikasi Horisontal,
yaitu komunikasi yang terjadi di dalam ruang lingkup organisasi/
kantor diantara orang-orang yang mempunyai kedudukan sejajar.
ü Komunikasi Diagonal,
yaitu komunikasi yang terjadi di dalam ruang lingkuporganisasi atau kantor
diantara orang - orang yang mempunyai kedudukan tidak sama pada posisi tidak
sejalur vertikal.
2. Komunikasi Eksternal
Komunikasi yang berlangsung antara
organisasi atau perusahaan dengan pihak masyarakat yang ada di luar organisasi
atau perusahaan tersebut. Komunikasi dengan pihak luar dapat berbentuk :
·
Eksposisi,
pameran, promosi, publikasi dan sebagainya
·
Konperensi
pers( press release )
·
Siaran
televisi, radio, dan sebagainya
·
Bakti
sosial, pengabdian pada masyarakat, dan sebagainya
Komunikasi eksternal dimaksudkan untuk
mendapat pengertian,kepercayaan, bantuan dan kerjasama dengan masyarakat.
KOMUNIKASI MENURUT ALIRAN INFORMASI
Informasi merupakan muatan yang menjadi
bagian pokok dalam komunikasi, oleh karena itu arah informasi tersebut akan
menentukan macam komunikasi yang sedang terjadi.
Komunikasi menurut aliran informasi dapat dibedakan sebagai berikut :
- Komunikasi satu arah ( simplex )
Komunikasi yang berlangsung dari satu
pihak saja (one way communication ). Pada umumnya komunikasi ini
terjadi dalam keadaan mendesak atau darurat atau yang terjadi karena sistem
yang mengaturnya harus demikian, misalnya untuk menjaga kerahasiaan atau untuk
menjaga kewibawaan pimpinan.
- Komunikasi dua arah ( duplex )
Komunikasi yang bersifat timbal balik ( two
ways communication ). Dalam hal ini komunikasi diberi kesempatan untuk
memberikan respons atau feed back kepada komunikatornya. Maka komunikasi ini
dapat memberikan kepuasan kedua belah pihak dan dapat menghindarkan terjadinya
kesalah pahaman.
- Komunikasi ke atas
Komunikasi yang terjadi dari bawahan
kepada atasan.
- Komunikasi ke bawah
Komunikasi yang terjadi dari atasan
kepada bawahan.
- Komunikasi ke samping
Komunikasi yang terjadi diantara orang
yang memiliki kedudukan sejajar.
Dengan demikian arah informasi tersebut
akan dianut sebagai bentuk interaksikomunikasinya.
KOMUNIKASI MENURUT JARINGAN KERJA
Di dalam sebuah organisasi atau
perusahaan komunikasi akan terlaksana menurut sistem yang ditetapkannya dalam
jaringan kerja. Komunikasi menurut jaringan kerja ini dapat dibedakan menjadi :
· Komunikasi
jaringan kerja rantai
Komunikasi terjadi menurut saluran
hirarchi organisasi dengan jaringan komando sehingga mengikuti pola komunikasi
formal.
· Komunikasi
jaringan kerja lingkaran
Komunikasi terjadi melalui saluran
komunikasi yang berbentuk seperti lingkaran. Saluran komunikasi lebih singkat
dan merupakan kebalikan dari jaringan kerja rantai.
· Komunikasi
jaringan bintang
Komunikasi ini terjadi melalui
satu'sentral dan saluran yang dilalui lebih pendek.
KOMUNIKASI MENURUT PERANAN INDIVIDU
Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang
kepada pihak-pihak lain baik secara kelompok maupun secara individual. Dalam
komunikasi ini peranan individu sangat mempengaruhi keberhasilan proses
komunikasinya. Ada beberapa macam antara lain :
· Komunikasi
antar individu dengan individu yang lain.
Komunikasi ini terlaksana baik secara
nonformal maupun informal, yang jelas individu yang bertindak sebagai
komunikator harus mampu mempengaruhi perilaku individu yang lain.
· Komunikasi
antara individu dengan lingkungan yang lebih luas.
Komunikasi ini terjadi karena individu
yang dimaksud memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengadakan hubungan dengan
lingkungan yang lebih luas.
· Komunikasi
antara individu dengan dua kelompok atau lebih.
Dalam komunikasi ini individu berperanan
sebagai perantara antara dua kelompok atau lebih, sehingga dituntut kemampuan
yang prima untuk menjadi penyelaras yang harmonis.
KOMUNIKASI MENURUT JUMLAH YANG BERKOMUNIKASI
Komunikasi selalu terjadi diantara
sesama manusia baik itu perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu jumlah yang
berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri, disamping sifat
clan tujuan komunikasi itu dilaksanakan. Untuk itu dapat dibedakan sebagai
berikut :
Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi ini merupakan komunikasi dengan
diri-sendiri baik disadari atau tidak, misalnya berpikir.
Komunikasi Perseorangan
(Interpersonal/antarpribadi)
Komunikasi yang terjadi secara perseorangan
atau individual antara pribadi dengan pribadi tentang permasalahan yang
bersifat pribadi juga. Dalam komunikasi ini dapat dilaksanakan secara langsung
maupun lewat telepon namun tetap terjadi secara perseorangan.
DARI SEGI KEMASAN PESAN
komunikasi dapt dilakukan secara verbal (dengan berbicara) atau dengannonverbal (diwakili bahasa isyarat).Komunikasi verbal :
diwakili dalam penyebutan kata-kata,yang pengukapannya dapat dengan lisan atau
tertulis.Komunikasi non verbal : terlihat dalam ekspresi atau mimik
wajah,gerakan tangan,mata dan bagian tubuh lainnya.
Teori Keluarga: Pertukaran Sosial
Teori keluarga lain yang sering
dipakai sebagai landasan analisis keluarga adalah Teori Pertukaran Sosial.
George Homans (1958; 1961) adalah orang yang dikenal membawa Teori Social
Exchange ke disiplin Ilmu Sosial. Homans fokus pada hubungan interpersonAl
diantara orang-orang di keluarga dan masyarakat. Konsep pemikiran George Homans
adalah adanya karakteristik sifat manusia yang universal di seluruh dunia, yaitu
bahwa perilaku manusia (konsep behaviorism di psychology) ada yang “Positive
Reinforcement and Negative Reinforcement”. Homans juga menyatakan adanya “ The
rule of distributive justice “ artinya : 11 adanya harapan bahwa rewards
pada masing-masing orang yang berhubungan akan “proporsional“ dengan biaya
yang dikeluarkan oleh masing-masing orang tersebut, sehingga net result dari
masing-masing orang itu akan proporsional dengan investasinya dalam hubungan
tersebut. Apabila peraturan ini dilanggar, maka orang-orang yang dirugikan akan
marah, dan orang-orang yang diuntungkan akan merasa bersalah.
Teori pertukaran sosial menjelaskan
keberadaan dan ketahanan kelompok sosial, termasuk keluarga melalui bantuan selfinterest
dari individu anggotanya. Fokus sentral teori adalah motivasi (hal yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan), yang berasal dari
keinginan diri sendiri. Teori ini didasari paham utilitarianisme (individu
dalam menentukan pilihan secara rasional menimbang antara imbalan (rewards) yang
akan diperoleh, dan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Para sosiolog
penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak
lain jika dianggapnya menghasilkan keuntungan (selisih antara imbalan yang
diterima dengan biaya yang dikeluarkan).
Sebagai asumsi dasar dalam teori
pertukaran sosial adalah (Klein & White 1996; Homans (1958;1961) dalam Zeitlin
1998; Sabatelli dan Shehan 1993): (1) Dalam proses belajar orang mengkonstruksi
perilaku melalui aplikasi pemikiran yang rasional: Setiap aksi mempunyai
konsekuensi Cost and Reward; Setiap orang rasional pasti mencari reward
yang maksimal dan meminimalkan biaya (Cost), (2) Setiap orang memiliki
harga diri; Jika seseorang memberikan keuntungan kepada orang lain, maka orang
lain juga akan memberikan keuntungan pada orang tersebut.
Menurut Homans dalam Ritzer
(1985) terdapat lima prinsip dalam pertukaran sosial, meliputi: (1) Jika respon
pada suatu stimulus mampu mendatangkan keuntungan, maka respon tersebut akan
cenderung diulang terhadap stimulus yang sama, (2) Makin sering seseorang
memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, maka makin sering juga
tingkah laku tersebut akan diulang, (3) Makin bernilai suatu keuntungan yang
diperoleh dari tingkah lakunya, maka makin sering juga pengulangan terhadap
tingkah laku tersebut, (4) Makin sering orang menerima ganjaran atas
tindakannya dari orang lain, maka makin berkurang juga nilai dari setiap
tindakan yang dilakukan berikutnya dan (5) Makin dirugikan seseprang dalam
berhubungan dengan orang lain, maka makin besar kemungkinan orang tersebut akan
mengembangkan emosi.
Kritik terhadap teori ini adalah
bahwa: (1) Teori ini mengakui adanya kemampuan manusia untuk mengatur
perilakunya melalui proses berpikir yang rasional. Pada kenyataanya, manusia
belum tentu selalu berfikir secara rasional sepanjang hidupnya, (2) Teori ini
akan menghadapi masalah apabila berhadapan dengan situasi di mana tidak ada
konsensus, imbalan dan biaya, (3) Otonomi, kekuatan dan kemandirian cenderung
sebagai nilai laki-laki. Nilai-nilai perempuan yaitu sifat asuh (nurturance),
dukungan (support), dan sifat penghubung (connectedness) tidak
terlalu dipandang sebagi pertimbangan dalam melihat imbalan dan biaya dan (4)
Pembedaan antara pertukaran sosial dan pertukaran ekonomi harus sejajar dengan
pembedaan antara pertukaran intrinsik dan ekstrinsik. Teori pertukaran sosial
terlalu memfokuskan pada separative self, otonomi dan individualisme.
Konsep Teori Pertukaran Sosial:
1. Pemikiran
filosofi utilitarian adalah kerelaan (voluntaristic), interest dan
teori tentang nilai (value). Penekanan terbesar pada kebebasan individu
untuk memilih.
2. Adam Smith, salah seorang pelopor
dari perspektif ini, menggunakan pandangan ekonomi bahwa manusia bertindak
secara rasional untuk memaksimumkan manfaat (benefits) atau kepuasan
(utilitas).
3. Paham
utilitarian yang lain adalah pendekatan teori ekonomi mikro dalam keluarga
(Becker 1981), dan psikologi sosial (Emerson 1976).
4. Levi-Straouss dalam Johnson
(1990), terdapat dua sistem pertukaran sosial, yaitu bersifat langsung dan
tidak langsung:
a. Pada sistem
pertukaran langsung, kedua belah pihak terjalin hubungan timbal balik,
cenderung menekankan pada keseimbangan, atau persamaan yang saling
menguntungkan sehingga aspek emosional ikut terlibat di dalamnya.
b. Pada pertukaran tidak langsung,
terjadi secara berantai. Masing-masing anggota masyarakat dituntut memiliki
tingkat kepercayaan yang tinggi, dan melakukan kewajibannya masing-masing,
sehingga pada akhirnya dapat diperoleh keuntungan secara bersama-sama.
5. Imbalan dapat
berupa materi maupun non materi (seperti perilaku, kesenangan dan kepuasan).
6. Biaya dapat
barupa materi maupun non materi (seperti status, hubungan, interaksi, perasaan
yang tidak disukai).
7. Keuntungan
(selisih antara imbalan dan biaya) dan individu selalu mencari keuntungan
maksimum dengan cara memaksimumkan imbalan atau meminimumkan biaya.
8. Tingkat
evaluasi atau perbandingan alternatif, yaitu suatu standar yang mengevaluasi
imbalan dan biaya dari suatu hubugan atau kegiatan.
9. Norma timbal
balik adalah suatu gagasan yang menyangkut pertukaran timbal balik, tanpa
timbal balik tidak mungkin akan terbentuk kehidupan sosial.
10. Pilihan bahwa setiap manusia
harus menentukan pilihan, merupakan output yang dijanjikan oleh pengambil
keputusan.
Teori Keluarga: Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik merupakan
salah satu teori keluarga yang terkait dengan ilmu psikologi dan komunikasi.
Menurut kerangka psikologi sosial, terdapat dua hal yang sangat penting dalam
keluarga, yaitu sosialisasi dan personalitas. Sosialisasi menitik beratkan pada
bagaimana cara manusia menerima sesuatu, kemudian menerapkan perilaku menurut
pola dan cara berfikir serta perasaan masyarakat. Sedangkan personalitas
menitikberatkan pada sikap, nilai, dan perilaku yang telah diorganisir. Teori
ini terfokus pada hubungan antara simbol (pemberian makna) dan interaksi (aksi
verbal, non verbal, dan komunikasi). Interaksi simbolik mengindikasikan suatu
pendekatan yang mempelajari kehidupan grup dan perilaku individu sebagai
makhluk hidup. Interaksi simbolik memberikan sumbangan khusus kepada family
studies dalam dua hal. Pertama, menekankan proposisi bahwa keluarga adalah social
groups. Kedua, menegaskan bahwa individu mengembangkan konsep jati diri (self)
dan identitas mereka melalui interaksi sosial, serta memungkinkan mereka untuk
secara independen menilai dan memberikan value kepada keluarganya (Burgess
1926; Handel 1985 dalam LaRossa dan Reitzes 1993).
Klein dan White (1996) mengemukakan
empat asumsi yang mendasari teori interaksi simbolik, yaitu:
1. Perilaku manusia harus dipahami
melalui arti/makna dari aktor (pelaku). Mustahil seseorang dapat menjelaskan
perilaku manusia tanpa mengetahui makna atau arti dari perilaku tersebut. Para
penganut teori ini percaya bahwa untuk menjadi manusia pasti menggunakan
simbol.Manusia hidup dalam dunia simbol dan apa yang kita lakukan memiliki
bentuk fisik dan simbol.
2. Aktor (pelaku)
mendefinisikan arti atau makna dari konteks dan situasi.
3. Individu
memiliki mind (jiwa). Mind adalah kemampuan seseorang untuk
merefleksikan proses dalam dirinya sehingga dapat membangun dirinya sendiri
sebagai aktor (I) dan sebagai objek (me).
4. Masyarakat mendahului individu.
Asumsi yang pertama bahwa manusia hidup dalam dunia simbol dan dengan
pikirannya ia akan memanipulasi dan menginterpretasikan simbol tersebut. Dengan
kata lain, ketika seorang manusia lahir, ia berada di tengah-tengah masyarakat
yang sudah memiliki simbol. Menurut konsep Mead tentang mind, pikiran
individu merupakan hasil dari masyarakat, bukan sebaliknya.
Teori Keluarga: Perkembangan
Cikal bakal perkembangan Teori
Perkembangan Keluarga adalah pada saat era depressi tahun 30-an di USA dengan
kebijakan Presiden Franklin D Roosevelt untuk memberikan kesempatan pada para
ahli untuk meneliti dampak dari depresi pada populasi dengan studi longitudinal
“Family Life Cycle and Family Development”. Teori Perkembangan keluarga
menjelaskan proses perubahan dalam keluarga dengan unsur “waktu’ sebagai
sumberdaya yang sangat signifikan dalam perspektif perkembangan keluarga (Family
Life Cycle).
Teori Perkembangan Keluarga merupakan
multilevel theory yang berhubungan dengan
individualis, dan institusi keluarga.
Hal-hal yang sering dibahas pada teori ini adalah konsep perkembangan tugas (the
Development of task) sepanjang siklus kehidupan keluarga (Family life
cycle). Tahapan Perkembangan Keluarga menurut Duvall (1957) ada 8 tahapan
yaitu: (1) Tahapan perkawinan (married couple), (2) Tahapan mempunyai
anak (childbearing), (3) Tahapan anak berumur preschool (Preschool
age), (4) Tahapan anak berumur Sekolah Dasar (school age), (5)
Tahapan anak berumur remaja (teenage), (6) Tahapan anak lepas dari
orangtua (launching center), (7) Tahapan orangtua umur menengah (middle-aged
parents) dan (8) Tahapan orangtua umur manula (aging parents).
Teori perkembangan merupakan teori
yang menjelaskan perubahan baik yang terjadi pada individu atau kelompok.
Individu, kelompok dan masyarakat mengalami perkembangan melalui
tahapan-tahapan yang terjadi sepanjang waktu. Salah satu model teori
perkembangan adalah unilinier, yang menganalisis perkembangan atau perubahan
institusi dan masyarakat sepanjang waktu.
Teori Perkembangan Unilinear
digunakan oleh para ahli teori evolusi sosial di Abad ke-19 dengan menggunakan
model perkembangan organisme manusia untuk menganalisa perkembangan (perubahan)
institusi dan masyarakat sepanjang waktu. Model yang digunakan meliputi
penjelasan seseorang yang dapat dilihat dari perubahan umur (aging)
sepanjang masa usianya (yang diadaptasi dari ilmu biologi). Proses Perkembangan
Keluarga mempunyai beberapa tujuan (related to teleology). Berkaitan
dengan perkembangan anak ditandai dengan meningkatnya perkembangan moralitas
dan kognitif. Ada suatu seri tahapan perkembangan individu bermula dari infant/
bayi, anak balita, usia anak-anak (awal, menengah, akhir), usia remaja (awal,
menengah, akhir), usia dewasa (awal, menengah, akhir) dan usia lanjut usia
(tua, tua sekali, tua renta).
Menurut Mattessich dan Hill (1987),
perkembangan keluarga (family development) merujuk pada proses
perkembangan dan transformasi struktural yang progresif sepanjang sejarah
keluarga. Terdapat tiga aspek penting untuk memahami fenomena perkembangan
keluarga: (1) Memantapkan perkembangan keluarga sebagai organisasi dan fenomena
interaksi;(2) Menekankan hubungan atau kelangsungan perilaku keluarga sepanjang
sejarah keluarga dan (3) Mencirikan dua sumber perkembangan perubahan, yaitu
perubahan syarat fungsional dan timbulnya tekanan hidup. Teori perkembangan
keluarga (family development theory) berusaha untuk menjelaskan proses
perubahan dalam keluarga. Point dari perspektif perkembangan keluarga
adalah perubahan tingkatan keluarga dari waktu ke waktu (family time)
yang dipercepat secara internal oleh permintaan anggota keluarga (biologis,
psikologis dan kebutuhan sosial) dan secara eksternal oleh masyarakat yang
lebih luas (harapan masyarakat dan keterbatasan lingkungan).
Model teori perkembangan lain adalah
multilinier, yang melihat perubahan individu, keluarga, atau masyarakat dalam
berbagai jalur atau rute sepanjang waktu. Para ahli teori perkembangan
unilinear di Abad ke-2 kemudian meminjam model individuallistik diaplikasikan
ke perkembangan masyarakat (society). Para ahli teori perkembangan
sosial menulis bahwa karena individu-individu berkembang melalui
tahapan-tahapan sepanjang masa, demikian pula dengan masyarakat juga berkembang
dari masa pre-industrial, industrial dan pasca-industrial.
Beberapa ahli evolusi sosial pada
Abad ke-19 percaya bahwa seluruh masyarakat secara sejarah mulai dari titik
yang sama, tetapi beberapa tidak berkembang sejauh yang lainnya, karena adanya
bencana alam (banjir, kelaparan, dan gempa bumi) atau karena peristiwa
bersejarah lainnya (contohnya perang). Taylor (1871-1958) dalam Winton
(1995), melihat masyarakat berkembang dari tahap perburuan (savagery) ke
tahap barbarian, dan akhirnya menuju tahap masyarakat yang beretika.
Prinsip-prinsip dasar teori evolusi sosial pada Abad 19 dan 20 dapat
diringkaskan sebagai berikut: (1) Perubahan selalu ada dan gradual, (2)
Perubahan terjadi secara bertahap, (3) Perubahan terjadi karena hal itu
merupakan esensi alamiah dari masyarakat untuk berubah, (4) Perubahan adalah unidirectional;
Perubahan tidak akan berbalik, dan (5) Tidak ada masyarakat yang bertahan pada
satu tahap perkembangan.
Konsep Teori Perkembangan:
1. Perkembangan
Konsep Statik (Norma statik, peran statik, posisi dan tahapan serta kejadian
statik)
2. Perkembangan
Konsep Dinamik:
a. Terjadi
transisi (kombinasi antara tahapan, kejadian dan waktu)
b. Konsep waktu
sebagai normatif (dalam analisis 3 (tiga) tahapan, individu, keluarga, dan
hubungan-hubungan)
c. Umur
3. Tingkatan Perkembangan mempunyai 2
elemen, yaitu komponen normative dan kejadian transitional.
lengkap banget di isinya dan hasil ringkasannya. Oke nice job nilai 90
BalasHapus