https://www.youtube.com/watch?v=hxMsBcTdBQk
Pengertian
Kesetaraan Gender
Hungu (2007)
mengatakan “seks ( jenis kelamin ) merupakan perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks ( jenis kelamin )
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan
sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu
untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis
laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya.
Sedangkan secara
etimologis, gender memiliki arti sebagai perbedaan jenis kelamin yang
diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui proses social budaya yang
panjang. perbedaan perilaku antara laki – laki dengan perempuan selain
disebabkan oleh factor biologis juga factor proses social dan cultural.
oleh sebab itu gender dapat berubah – ubah dari tempat ke tempat, waktu ke
waktu, bahkan antar kelas social ekonomi masyarakat.
dapat disimpulkan
perbedaan antara jenis kelamin dengan gender yaitu, jenis kelamin lebih condong
terhadap fisik seseorang sedangkan gender lebih condong terhadap tingkah
lakunya. selain itu jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan
sedangkan gender merupakan status yang diperoleh / diperoleh. Gender tidak bersifat biologis,
melainkan dikontruksikan secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir,
melainkan dipelajari melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.
Kesetaraan
Gender di Indonesia dalam Bermasyarakat
Perbedaan gender
terkadang dapat menimbulkan suatu ketidakadilan terhadap kaum laki
– laki dan terutama kaum perempuan. Ketidakadilan gender dapat termanifestasi
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :
a. Marginalisasi
Perempuan
Salah satu bentuk
ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi perempuan. Marginalisasi
perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi di lingkungan sekitar.
Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan menjadi
miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang
hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis
kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang
biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan perkembangan teknologi telah
menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil
alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Dengan hal ini
banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa perempuan hanya mempunyai tugas
di sekitar rumah saja.
b. Subordinasi
Selain
Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa subordinasi.
Subordinasi memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Sudah sejak dahulu terdapat pandanganyang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu contohnya yaitu
perempuan di anggap makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum adam
bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak mampu mengalahkan kehebatan laki
– laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup pekerjaan kaum
wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu, maka sama halnya
dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk mengapresiasikan pikirannya di
luar rumah.
c. Pandangan stereotype
Setereotype
dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai
dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai
ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan
yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan
pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam
lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyaraklat,
bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
d. Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah
beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara
berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan
dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi,
menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih
harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan
perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak
ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu
sisi.
Pandangan
Agama terhadap kesetaraan Gender
a. Kesetaraan
gender menurut agama muslim
Sejak 15 abad yang
lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam
memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan
gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam tidak
dikenal adanya isu gender yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan
menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan
martabat yang sama dan setara dengan laki – laki.
b. Kesetaraan
gender dari sudut pandang agama khatolik
Permasalahan
gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya, khususnya
budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan
gender. Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap
sebagai suatu kebenaran. Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat
terlepas dari budaya warga Indonesia. Dalam Kejadian 2 (Kejadian
2 (disingkat Kej 2) adalah bagian dari Kitab Kejadian dalam Alkitab Ibrani atauPerjanjian Lama di Alkitab Kristen.) Disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dari bumi. Manusia
yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam
diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena
Hawa. Teks ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah manusia kedua.
Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil teks ini sebagai
dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan
ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin saja. Posisi subordinat (posisi
yang rendah) perempuan seperti inilah yang menjadi dasar pandangan awal gereja
mengenai perempuan.
c. Kesetaraan
gender dari sudut pandang agama Kristen
Alkitab mengatakan
bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut gambar dan rupa Allah:
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej.1:27).
Maksuddari ungkapan ‘menurut gambar Allah’ dalam ayat ini tidak dalam arti
bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta. Ungkapan itu lebih berarti
bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk mulia, kudus, dan berakal budi,
sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, serta layak menerima mandat
dari Allah untuk menjadi pemimpin bagi segala makluk (Kej.1:28-30). Status
se-“gambar” dengan Allah dimiliki tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga oleh
perempuan. Kedua pihak punya status yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan
adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya karena perbedaan
jenis kelamin.
d. Kesetaraan
gender dari sudut pandang agama Budha
Dalam kehidupan bermasyarakat,
sang budha tidak membedakan peran laki-laki maupun perempuan. Mereka memliki
peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki, perempuan juga bisa menjadi
majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai kotbah sang Budha.
e. Kesetaraan
gender dari sudut pandang agama Hindhu
Pengertian gender
dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan perilaku antara
perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya, bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak
sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka berada. Ada
yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan
budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh perempuan,demikian pula
sebaliknya.Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan merupakan perbedaan sosial
antara laki-laki dan perempuan. agama hindu mengajarkan bahwa seluruh umat
manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan sesuai dengan dharma baktinya.
SUMBER:
md101j.files.wordpress.com/2011/10/makalah-agama-kel-5-sore.docx
Rabu, 18-maret-2013
Hai Dianaa, penjelasan kamu tentang gender ini udah lengkap banget. Ditambah ada video pendeknya, Sumbernya juga udah bener. Tapi terlalu panjang pembahasannya mungkin akan lebih enak dibacanya kalau ditambah foto-foto.
BalasHapusnilai : 85
sudah bagus diana tetapi terlalu panjang pembahsannya
BalasHapus